GOLDEN WORDS

Akar Segala Kebaikan Adalah Taqwa, Jika Akar Itu Ada Maka Semuanya Ada

Saturday, November 26, 2011

YESUS DI INDIA (3)


Penyaliban Adalah Cara Menghinakan Seseorang Dalam Hukum Torat
Perlu kiranya disadari bahwa tuduhan yang menyatakan Yesus a.s. sebagai ‘terkutuk’ itu bertentangan dengan kenabian dan kerasulan beliau, serta juga melecehkan pengakuan beliau atas keunggulan spiritual, kesucian, kecintaan dan kedekatan dengan Tuhan sebagaimana berulangkali beliau kemukakan dalam Injil. Cobalah lihat Injil, di dalamnya Yesus jelas menyatakan dirinya sebagai Terang Dunia, bahwa beliau adalah Sang Gembala dan bahwa beliau dekat dengan kecintaan Tuhan, bahwa beliau dikaruniai dengan kelahiran suci dan bahwa ia adalah Putra Tuhan yang terkasih. Lalu dengan segala kemurnian dan kesucian hubungan beliau dengan Tuhan-nya, bagaimana mungkin melekatkan atribut kutukan kepada Yesus? Tidak, tak akan pernah.

Karena itu tidak bisa diragukan bahwa Yesus tidak disalibkan dengan pengertian tidak wafat di kayu salib, karena kepribadian beliau tidak patut memikul konsekwensi yang tersirat dari kematian di atas salib. Karena tidak wafat di kayu salib maka beliau terbebas dari implikasi kotor suatu kutukan, serta membuktikan bahwa beliau tidak terangkat ke langit. Kepergian beliau ke langit merupakan bagian dari keseluruhan skema yang merupakan konsekwensi dari konsep pemikiran bahwa beliau wafat di kayu salib.

Dengan demikian, jika bisa dibuktikan bahwa beliau tidak terkutuk, tidak turun ke neraka selama tiga hari dan tidak juga wafat di kayu salib, maka bagian lain dari skema itu yaitu keterangkatan beliau ke langit jadinya dapat dibuktikan sebagai salah. Mengenai hal ini Injil memberikan bukti lain seperti dikemukakan di bawah. Ada pernyataan Yesus yang mengatakan:
Akan tetapi sesudah aku bangkit, aku akan mendahului kamu ke Galilea’ (Matius 26:32).
Ayat ini jelas menyatakan bahwa Yesus setelah keluar dari makam langsung pergi ke Galilea dan bukan ke langit. Perkataan Yesus bahwa ‘sesudah aku bangkit’ tidak berarti beliau dibangkitkan hidup setelah sebelumnya mati (sebagaimana perkiraan umat Yahudi dan orang awam lainnya beliau dianggap telah mati di kayu salib). Beliau menggunakan kata-kata yang konsisten dengan perkiraan mereka di masa depan, karena manusia yang digantung di kayu salib dengan paku-paku yang dipantekkan ke tangan dan kakinya sehingga pingsan karena rasa sakit yang luar biasa, terlihat sebagai orang yang sudah mati. Manusia yang selamat dari bencana sedemikian dahsyat dan pulih kembali semua inderanya, tidaklah berlebihan mengatakan dirinya telah hidup kembali.  Tidak perlu diragukan bahwa setelah mengalami penderitaan seperti itu maka kelepasan Yesus dari kematian patut disebut sebagai mukjizat. Tetapi menganggap beliau waktu itu sudah wafat adalah suatu kesalahan. Memang benar dalam Perjanjian Baru dikatakan bahwa Yesus telah wafat, tetapi ini sebenarnya adalah kesalahan dari pihak para penulis Injil, sebagaimana mereka juga telah melakukan kesalahan pencatatan tentang beberapa kejadian historikal lainnya.  Para penafsir yang telah melakukan riset tentang Injil mengakui bahwa kitab itu terdiri dari dua bagian yaitu (1) tuntunan ruhani yang diterima para murid dari Yesus a.s. yang merupakan esensi ajaran Injil, (2) kejadian-kejadian historikal seperti garis keturunan Yesus, penangkapan beliau, siksaan yang dialami dan lain-lain. Semuanya ini berdasarkan catatan para penulis Injil menurut konsep pemikiran mereka sendiri dan bukan merupakan wahyu. Di beberapa tempat terdapat narasi yang melebih-lebihkan seperti pernyataan bahwa jika semua yang diperbuat Yesus dituliskan satu per satu maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu (Yohanes 21:25). Alangkah berlebihannya pernyataan seperti itu!

Terlepas daripada ini, tidaklah bertentangan dengan kebiasaan ucapan umum untuk menyatakan bencana yang dialami Yesus sebagai kematian. Jika seseorang telah melewati percobaan hidup dan mati dan kemudian selamat, adalah suatu ungkapan umum dari semua manusia untuk mengatakan ‘ia telah memperoleh hidup baru atau ia hidup kembali dari kematian.’ Ungkapan seperti itu bisa ditemui pada semua bangsa di dunia.

Selain itu kita perlu perlu merujuk juga pada Injil Barnabas yang mungkin hanya bisa ditemui di British Museum (di London), dimana dinyatakan bahwa Yesus tidak disalibkan, maksudnya tidak wafat di kayu salib. Meskipun kitab ini resminya tidak termasuk dalam kelompok Injil dan telah ditolak oleh umat Kristiani, namun tidak bias dibantah bahwa kitab itu merupakan naskah kuno berasal dari periode saat Injil lainnya dituliskan. Kita rasanya patut memperlakukan dan menganggap kitab itu sebagai buku sejarah masa dahulu.  Dari sini sekurang-kurangnya kita bisa menyimpulkan bahwa tidak semuanya sependapat kalau Yesus a.s. itu wafat di kayu salib. Lagi pula dalam keempat Injil itu pun ada beberapa metafora yang mentamsilkan kematian dengan mengatakan seseorang tidak mati melainkan hanya tidur saja. Jadi masuk akal juga jika dikatakan keadaan pingsan pun dinyatakan sebagai kematian.

Yesus as Mengalami Apa Yang Nabi Yunus as Juga Alami
Aku telah mengemukakan di atas bahwa seorang nabi tidak mungkin berdusta. Yesus a.s. membandingkan keberadaannya selama tiga hari di dalam makam sebagai tiga hari nabi Yunus a.s. berada dalam perut ikan paus. Hal ini menunjukkan bahwa sebagaimana nabi Yunus a.s. tetap hidup selama di dalam perut ikan, begitu juga Yesus a.s. tetap hidup selama tiga hari di dalam makam. Makam umat Yahudi pada masa itu tidak seperti makam sekarang, karena berbentuk ruanganyang mempunyai pintu di satu sisi yang hanya ditutup dengan selembar batu pipih yang besar. Aku akan menjelaskan nanti bahwa makam Yesus yang ditemukan di Srinagar, Kashmir, juga berbentuk sama dengan makam ketika Yesus dimasukkan dalam keadaan pingsan.

Singkat kata, ayat yang telah aku kemukakan di atas menunjukkan bahwa Yesus setelah keluar dari makam lalu berangkat ke Galilea. Injil Markus mengatakan bahwa setelah keluar dari makam, beliau terlihat di jalan menuju Galilea sampai akhirnya bertemu dengan sebelas murid ketika mereka sedang makan. Beliau menunjukkan tangan dan kaki beliau yang luka karena mereka mengira beliau adalah hantu. Beliau mengatakan:
Lihatlah tanganku dan kakiku; aku sendirilah ini; rabalah aku dan lihatlah karena hantu tidak ada daging dan tulangnya seperti yang kamu lihat ada padaku.( Lukas 24:39)  Lalu mereka memberikan kepadanya sepotong ikan goreng. Ia mengambilnya dan memakannya di depan mata mereka.( Lukas 24:42, 43)


Ayat-ayat itu jelas menyatakan bahwa Yesus tidak pernah naik ke langit karena setelah keluar dari makam beliau pergi ke Galilea sebagaimana seorang manusia biasa, berpakaian biasa dan dengan tubuh manusia. Kalau beliau memang dibangkitkan setelah kematian, bagaimana mungkin jasad halus masih membawa bekas-bekas luka di kayu salib? Kalau berbadan halus, mengapa beliau harus makan? Dan kalau waktu itu beliau membutuhkan makanan, mestinya sekarang juga masih perlu makan (jika beliau masih hidup di langit).  Pembaca jangan sampai salah tangkap, kayu salib umat Yahudi tidak sama dengan jerat tali gantungan zaman kini yang kurang memungkinkan seseorang lolos dari kematian, karena salib pada masa itu tidak disertai tali untuk menggantung leher pesakitan, dan tubuh pesakitan juga tidak akan tergantung penuh di salib itu. Pesakitan dinaikkan ke kayu salib lalu tangan dan kaki mereka dipakukan ke kayu tersebut, sehingga jika aparat penghukum kemudian berubah pikiran dan memaafkannya, mereka masih bisa menurunkan kembali pesakitan tadi masih dalam keadaan hidup setelah tergantung satu atau dua hari. Jika misalnya memang diputuskan pesakitan itu harus disalib maka biasanya ditinggalkan di kayu itu sekurangnya selama
tiga hari, selama itu yang bersangkutan tidak diberi makan atau pun minum dan dibiarkan terjemur di bawah terik matahari. Pada akhirnya tulang-tulang pesakitan itu dipatahkan atau diremukkan sehingga ia mati karena renjatan (shock). Namun rahmat Allah s.w.t. telah menyelamatkan Yesus dari aniaya demikian yang bisa mencabut nyawa beliau.

No comments: