GOLDEN WORDS

Akar Segala Kebaikan Adalah Taqwa, Jika Akar Itu Ada Maka Semuanya Ada

Saturday, December 3, 2011

Mengenang Syuhada Karbala lewat Khotbah Jum'at Hadhrat Khalifatul Masih V atba

Syura baru saja melewati kita, saya memiliki pembahasan menarik soal Syura atau Muharam.  Ada sebuah tulisan dari pemimpin Internasional Jamaah Ahmadiyah.  Silahkan di baca saja ya..:).  Semoga anda mendapatkan perspektif baru dari peringatan 1 Muharam.




بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Khotbah Jum’at
Sayyidina Amirul Mu’minin 
Hadhrat Mirza Masroor Ahmad 
Khalifatul Masih V ayyadahulloohu ta’ala binashrihil ‘aziiz [1]
tanggal 10 Fatah 1389 HS/Desember 2010
di Mesjid Baitul Futuh, London.

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ
وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
أَمَّا بَعْدُ فَأَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
 
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (١) اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ (٢) الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (٣) مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ (٤) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ (٥) اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ (٦)  صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّيْنَ  (٧)

Hadhrat Mushlih Mau’ud (Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Khalifatul Masih II) radhiyallahu ta’ala ‘anhu telah menulis sebuah syair didalam Bahasa Urdu, ‘woh tum ko husain banate hei’ aur aap yaziidi bante heei’ yeh kiya hii sasta soda he dusyman ko ter calaate do’ –Mereka [dengan] menjadikan diri kalian seperti Husain, mereka menjadikan diri mereka sendiri seperti Yazid, alangkah baiknya jual-beli ini, biarkan musuh melepaskan anak panahnya.”

Ini adalah satu kutipan dari syair nazm yang panjang karya Hadhrat Mushlih Mau’ud ra untuk menganjurkan Jemaat agar bersabar, memiliki harapan tinggi (positif) dan berhati tegar. Nazm ini beliau sampaikan pada tahun 1935 tatkala Jemaat sedang menghadapi perlawanan musuh yang sedang terjadi dengan keras sekali pada waktu itu. Sesungguhnya, hari ini saya tidak akan menjelaskan mazhmun (bahasan) mengenai nazm ini, melainkan hanya akan berbicara sekitar maksud dari pada dua buah [petikan] syair ini saja. dalam sejarah Islam syair ini mengisyaratkan pada sebuah peristiwa yang sangat zhulm (aniaya), mengerikan dan sangat menusuk perasaan hati pada pandangan setiap orang Muslim. Akan tetapi pengambilan kesan-kesan yang dapat melukiskan hakekatnya dengan tepat dari peristiwa yang sangat tragis dan mengerikan itu hanyalah orang-orang yang sedang berada dalam kancah penganiayaan dengan kejam. Atas peristiwa itu setiap orang Muslim tiada syak lagi tentu menampakkan perasaan simpati, perasaan duka, perasaan sedih dan prihatin dan orang-orang Syiah setiap tahun di bulan Muharram berusaha menzahirkan peristiwa itu dengan cara mereka sendiri yang khas. Sedangkan menurut pandangan kita perayaan mereka itu sedemikian rupa sehingga sudah merupakan perbuatan yang ghulluw (berlebih-lebihan) dan melampaui batas[2]. Namun hal itu sudah merupakan perayaan dengan cara mereka sendiri. Namun sebagaimana telah saya katakan bahwa hakikat kezaliman dalam peristiwa itu hanya dapat dipahami dengan sesungguhnya oleh orang-orang yang sedang berada didalam kancah penganiayaan dengan kejam. Dan pada zaman ini golongan manakah selain dari Jemaat Ahmadiyah yang dapat melukiskan dengan sesungguhnya kepiluan peristiwa Karbala yang sangat mengerikan itu. Oleh sebab itu dengan tepat sekali Hadhrat Muslih Mau’ud ra telah melukiskannya dalam bentuk syair, ‘Mereka membuat kamu seperti Husain, mereka sendiri menjadi seperti Yazid’ Siapakah yang dimaksud dengan kedua kelompok orang-orang ini (Husain dan Yazid ini)? Kedua kelompok orang-orang itu mengucapkan kalimah yang sama, ‘laa illaha illallah muhammadur rasulullah’. Atau kedua kelompok itu menyatakan diri masing-masing telah mengucapkan kalimah itu. Namun satu daripadanya betul-betul mengerti hakekat kalimah itu dan telah menjadi mazhlum (teraniaya) dan yang satu lagi karena tidak menghargai kalimah itu telah menjadi zalim (penganiaya). Peristiwa Karbala, dimana Hadhrat Imam Husain ra dan keluarga beliau serta beberapa orang yang menyertai beliau telah disyahidkan pada dasarnya merupakan kelanjutan dari peristiwa syahidnya Hadhrat Khalifah Usman ra.[3] Sebabnya, apabila takwa sudah berkurang dan kepentingan pribadi sudah mulai menguasai diatas kepentingan umum dan urusan duniawi yang didahulukan diatas kepentingan agama, maka timbullah satu hal yaitu kezaliman dan barbariyat (kekejaman di luar batas kemanusiaan) menguasai nafsu manusia sampai puncaknya. Darah para kekasih Allah ditumpahkan atas nama Allah. Hal itu sungguh suatu kemalangan yang menyedihkan bahwa orang-orang yang mengucapkan kalimah telah menyerang dan menganiaya orang-orang yang mengucapkan kalimah yang sama, sampai-sampai mereka tidak merasa bersalah untuk menumpahkan darah orang-orang ma’shum (suci) dan darah anak-anak. Orang-orang yang telah mengorbankan jiwa, harta-benda dan kehormatan mereka semata-mata demi Tuhan dan Rasul telah ditimpakan kedukaan, kesulitan dan musibah-musibah atas nama Tuhan dan Rasul. Adakah nasib malang yang lebih buruk lagi bagi orang-orang zalim itu daripada perbuatan brutal diatasnamakan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Muhammad saw? Tentang keburukan seperti itu Alquranul Karim telah berfirman, “Dan barangsiapa membunuh seorang mu’min dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, ia akan tinggal lama didalamnya, dan Allah murka kepadanya dan menjauhkannya dari sisi-Nya yakni melaknatnya dan akan menyediakan baginya azab yang sangat besar.” (An Nisa, 4 : 94)           Allah Ta’ala telah menunjukkan kemurkaan-Nya dengan menggunakan kata-kata yang sangat keras sekali terhadap orang seperti itu. Bukan hanya akan dimasukkan ke dalam Jahannam melainkan mereka akan tinggal lama di dalamnya dan kemurkaan Tuhan turun terus-menerus menimpa mereka, dan mereka akan terus-menerus menjadi sasaran laknat Tuhan. Jahannam ini, kemurkaan Allah ini, laknat Allah ini, ini semua bukanlah perkara kecil, melainkan azab yang sangat besar. Ini adalah ‘adzaab ‘azhim (azab, siksaan yang besar). Adakah nasib malang yang lebih buruk lagi daripada seseorang yang mengaku setia kepada Kalimah Syahadah namun dibakar dalam Jahannam terus-menerus dan merasakan kemurkaan, laknat dan azab Tuhan yang sangat berat dan mengerikan sekali? Demikianlah, orang yang demi untuk suatu keuntungannya sendiri dan untuk kedudukan bersifat keduniaan melakukan perbuatan kezaliman sedemikian rupa maka ia menjadi sasaran kemurkaan yang sangat dari Tuhan.  Sebaliknya tentang orang-orang yang tidak berdosa yang telah menjadi sasaran kezaliman dan mangsa barbariyat, “Mereka itu hidup disisi Tuhan mereka dan mereka dianugerahi rezki dari Tuhan mereka.” (Surah Ali Imran, 3 : 170). Inilah perlakuan Allah Ta’ala kepada mereka. Jadi, barangsiapa yang disisi Allah Ta’ala hidup dan mendapat rezeki surga, maka adakah nikmat-nikmat dan ganjaran bagi mereka yang lebih besar dari pada itu. Hadhrat Nabi saw bersabda mengenai Hadhrat Imam Husain dan Hadhrat Imam Hasan ra, “Keduanya adalah pemimpin para pemuda penduduk surga.” (sayyidaa syabaabi ahlil jannah) [4]

Dan untuk keduanya Hadhrat Nabi saw telah memanjatkan doa kepada Allah Ta’ala, “Ya Allah, sesungguhnya aku mencintai keduanya, dan Engkau juga cintailah mereka berdua.” (‘Allahumma innii uhibbuhumaa fa ahibbahumaa’)  [5]

Orang yang menerima berkat doa-doa Hadhrat Rasulullah saw sampai batas kecintaan beliau seperti itu lalu meraih martabat syahid, maka pasti menjadi pewaris rezeki surga yang luhur sesuai janji Allah Ta’ala, sebaliknya pembunuh beliau pasti akan menjadi pewaris kemurkaan Allah Ta’ala. 

Bulan ini, kita sedang memasuki sepuluh hari pertama bulan Muharram. Di dalamnya [sepuluh hari pertama Muharram} 1400 tahun lalu pada tanggal 10 seorang yang sangat dicintai oleh Hadhrat Rasulullah saw yakni Hadhrat Imam Husain ra telah disyahidkan oleh orang sangat zalim.[6] Apabila mendengar kisah pembunuhannya badan kita gemetar dan bulu roma kita berdiri karena sangat ngeri sekali. Orang-orang zalim itu tidak berpikir, “Bagaimanakah kedudukan orang yang sedang kami hunuskan pedang?” Akan tetapi sebagaimana telah saya katakan bahwa, apabila iman sudah terbang, maka semua perasaan dan pertimbangan-pun hilang sirna, bahkan rasa takut kepada Allah Ta’ala-pun lenyap dari dalam hati.  Dan apabila rasa takut kepada Allah Ta’ala sudah lenyap dari dalam hatinya, maka ia tidak mempertimbangkan kedudukan seseorang pada pandangan Allah Ta’ala atau kedudukannya pada pandangan Rasul-Nya saw. Bagaimanakah kisah disyahidkannya Hadhrat Imam Husain ra dan setelah beliau disyahidkan bagaimana perlakuan orang-orang zalim terhadap jenazah beliau yang beberkat? Setelah mendengar peristiwa ini manusia menjadi yakin bahwa, mereka itu mungkin saja telah membaca dua kalimah syahadat, akan tetapi sesungguhnya mereka itu tidak mempunyai keyakinan terhadap Dzat Tuhan. Hadhrat Rasulullah saw datang ke dunia untuk menegakkan martabat kemanusiaan. Beliau saw telah menetapkan dasar hukum dan peraturan berperang. Allah Ta’ala memerintahkan kepada kita yang tercantum dalam Alquran yang menekankan untuk bertindak adil dan i’tidaal (moderat) terhadap musuh. Dan termasuk musuh yang demikian bahwa sekalipun mereka hendak menghancurkan agama Islam serta hendak membunuh Hadhrat Nabi saw. [Bersikap adil dan tidak berlebihan termasuk tatkala] berperang dengan mereka yang memiliki praktek kebiasaan yang biasa dilakukan oleh orang-orang Arab, yaitu mutilasi mayat musuh (memotong-motong dan merusak tubuh musuh yang sudah meninggal) satu kebiasaan tidak terhormat terhadap mayat, yang beliau saw melarangnya. [7] Beliau saw datang untuk menghapus semua adat kebiasaan buruk itu dan mengakhiri riwayatnya yang mana menurunkan wibawa kemanusiaan. Bahkan beliau saw berlaku sangat pemaaf dan pengampun terhadap musuh-musuh dengan cara lemah-lembut. Akan tetapi perlakuan terhadap cucu seorang Rasul kesayangan Allah Ta’ala, untuk mana beliau saw memanjatkan doa kehadirat Allah Ta’ala, “ Ya Allah ! Aku sangat mencintainya, maka Engkaupun cintailah dia!” Lagi, beliau bersabda, “Barangsiapa yang mencintai cucuku, dia mencintaiku, dan barangsiapa yang mencintaiku dia mencintai Allah, dan disebabkan ia mencintai Allah maka ia akan dimasukkan ke dalam surga, demikian juga barangsiapa yang tidak menyukainya ia akan mendapat kemurkaan Allah Ta’ala.” [8]

Orang yang betul-betul mencintai seseorang, maka orang yang menjadi kesayangan orang yang dicintainya itu tentu akan menjadi kesayangannya juga. Tidak mungkin satu pihak ia menyatakan cinta terhadap seseorang namun di pihak lain ia membenci anak-keturunan orang yang dicintainya itu. Atau ia menyatakan diri mencintai orang-orang yang dicintai oleh orang yang dicintainya pada waktu orang yang dicintainya itu masih hidup, namun apabila orang yang dicintainya itu sudah menutup mata (meninggal dunia) semua kesan-kesan kecintaan terhadap mereka hilang lenyap maka pernyataan cintanya itu hanya tinggal di mulut saja. Cara hidup yang demikian dapat terjadi di kalangan orang-orang dunia, sedangkan orang-orang yang memiliki hubungan dengan Allah Ta’ala tentu tidak akan terjadi seperti itu.

Riwayat-riwayat menyebutkan, pada suatu ketika Hadhrat Abu Bakar Siddiq ra di zaman Khilafat beliau tengah berjalan ke suatu tempat. Di perjalanan beliau melihat cucu tercinta Hadhrat Nabi saw sedang bermain-main bersama anak-anak yang lain, maka beliau angkat anak itu dan dipangku dengan kasih sayang sambil bersabda, “Junjunganku, Hadhrat Muhammad Mushthafa saw, sangat menyayangi anak ini, oleh sebab itu akupun sangat menyayangi anak ini.” [9]      

Demikianlah cara menyatakan kesetiaan dan kasih sayang yang sesungguhnya terhadap buah hati orang yang betul-betul dicinta beliau. Akan tetapi bagaimana perlakuan yang telah diperbuat terhadap beliau ra di Karbala? Bagaimana pelanggaran yang telah dilakukan terhadap ajaran yang telah ditegakkan oleh Rasulullah saw? Riwayat-riwayat menyebutkan ketika pasukan beliau dikalahkan oleh musuh [dibunuh habis], beliau (Hadhrat Imam Husain ra) mengarahkan kuda yang ditungganginya ke arah Furat (Sungai Euphrat). Seseorang berteriak, “Mari kita halangi antara mereka dengan sungai!!” Dan orang-orang telah memblokade (menutup dengan barisan prajurit pada) jalan yang akan beliau lalui, dan beliau tidak diberi jalan lewat mencapai sungai itu. Orang itu-pun telah melepaskan anak panah kearah Hadhrat Husain ra sehingga menusuk leher tepat dibawah dagu beliau. Mengenai keadaan pertempuran beliau, perawi menceritakan, “Hadhrat Husain ra dalam keadaan luka-luka, mengikatkan serban terus melakukan perlawanan terhadap musuh sambil berjalan kaki seperti seorang prajurit berkuda melakukan serangan dengan gagah berani mengelakkan panah-panah yang menghujani tubuh beliau. Sebelum beliau syahid saya mendengar beliau berkata, ‘Demi Allah!! Setelah aku, siapapun kalian bunuh dari antara para pencinta Allah Ta’ala, kemurkaan Allah Ta’ala terhadap kalian tidak akan lebih keras seperti kalian membunuh aku. Demi Allah!! Aku harap Allah Ta’ala akan menimpakan kehinaan diatas kalian dan Dia akan memberi kemuliaan kepadaku. Tuhan akan melakukan pembalasan atas kejahatan kalian terhadapku sehingga kalian akan merasa heran. Demi Allah! Jika kalian membunuhku, Allah Ta’ala akan menciptakan suasana perang di tengah-tengah kalian dan darah kalian akan tumpah. Allah Ta’ala tidak akan ridha sebelum Dia melipatgandakan azab-Nya yang sangat pedih diatas kalian.”[10]

Setelah Hadhrat Husain ra disyahidkan bagaimana perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang Kufah? Orang-orang Kufah mulai mengadakan penjarahan dan perampokan terhadap kemah-kemah Hadhrat Imam Husain ra, bahkan mereka mulai menyerang dan merampas kain-kain cadar penutup kepala orang-orang perempuan. Seorang bernama Umar Bin Sa’ad[11] berteriak dengan suara keras, “Siapakah orang-orang yang akan menginjak-injak tubuh Imam Husain ra dengan kuda mereka?” Mendengar seruan itu maka datanglah sepuluh orang penunggang kuda lalu dengan kejamnya menginjak-injak tubuh Hadhrat Imam Husain r.a dengan kaki kuda mereka, sehingga dada dan punggung beliau ra menjadi remuk-redam dan terpecah-pecah. Dalam pertempuran itu tubuh Hadhrat Imam Husain ra terkena tusukan anak panah sebanyak 45 buah. Riwayat lain menyebutkan tubuh beliau terkena 33 buah tusukan tombak dan sebanyak 47 buah luka terkena bacokan pedang, disamping luka-luka terkena tusukan anak panah. Kekejaman yang paling biadab lagi ialah kepala Hadhrat Imam Husain ra dipenggal dipisahkan dari tubuhnya lalu dikirim kepada Ubaidullah Bin Ziyad, Gubernur Kufah. Keesokan harinya kepala Hadhrat Imam Husain ra itu dipancangkan oleh Gubernur itu diatas tanah kota Kufah. Setelah itu kepala Hadhrat Imam Husain ra dikirim kepada Yazid melalui Zahr Bin Qais.[12]

Demikianlah kekejaman yang dilakukan terhadap jenazah Hadhrat Imam Husain ra setelah disyahidkan. Perlakuan zalim apa lagi yang dapat dilakukan lebih kejam dari itu? Jenazah beliau tergeletak tanpa kepala. Penghinaan sangat kejam terhadap jenazah seperti itu barangkali hanya musuh yang paling jahat akan melakukannya, bukan orang yang telah mengucapkan dua Kalimah Syahadah dan mengaku telah beriman kepada Hadhrat Rasulullah saw, yang telah memberi nasehat dengan tegas untuk menegakkan kehormatan manusia dan  dengan tegas melarang perbuatan kejam seperti itu. Sesungguhnya perbuatan kejam itu telah dilakukan oleh orang-orang gila duniawi dan mereka telah melakukan pelanggaran-pelanggaran diluar batas demi meraih maksud dan tujuan pribadi mereka, sedikitpun tidak ada sangkut-pautnya dengan kepentingan agama. Hadhrat Imam Husain ra merasa bahwa mereka telah bergelimang dalam kecintaan terhadap duniawi secara berlebihan, itulah sebabnya beliau menolak untuk baiat ditangan Yazid.[13]

Hadhrat Masih Mau’ud as di satu tempat bersabda, “Hadhrat Imam Husain ra tidak suka baiat ditangan orang yang fasik dan pendosa sebab dengan itu iman akan menjadi rusak.” [14]

Kemudian beliau as bersabda, “Baiat kepada Yazid peleed (Yazid an-najas, Yazid najis, Yazid orang kotor) sudah dilakukan oleh banyak orang secara ijma’, akan tetapi Imam Husain ra dan Jemaat beliau tidak menerima ijma’ semacam itu dan tetap memisahkan diri.” [15]

Akan tetapi sekalipun tidak melakukan baiat, Hadhrat Imam Husain ra berusaha untuk berdamai. Namun ketika beliau melihat gejala akan terjadi pertumpahan darah diantara orang-orang Muslim, maka orang-orang yang setia kepada beliau diminta segera pulang. Beliau berkata, “Kalian semua yang bisa pergi, tinggalkanlah saya dan pergilah!” Kini, keadaan-keadaannya adalah demikian. Beberapa orang [bukan keluarga yang] tetap tinggal bersama beliau ialah sekitar 30-40 orang dan mereka bersikukuh [tak mau pergi meninggalkan beliau], atau orang-orang yang termasuk keluarga beliau. Kemudian beliau memberi tahu kepada perwakilan Yazid, “Saya tidak menginginkan terjadi perang. Biarkanlah saya pulang untuk melakukan ibadah kepada Allah Ta’ala. Atau izinkanlah saya pergi ke sebuah perbatasan supaya mendapat kesempatan untuk syahid demi mempertahankan Islam. Atau bawalah saya dan pertemukanlah dengan Yazid supaya dapat saya jelaskan langsung kepadanya apa perkara yang sesungguhnya.” Tetapi para wakil [Yazid] itu tidak menerima permintaan tersebut. [16]

Akhirnya Imam Husain mulai diserang dan ketika peperangan mulai pecah, beliau tidak menemukan jalan lain kecuali beliau terjun ke medan perang sebagai seorang pahlawan yang gagah berani menghadapi penyerangan musuh. Sesungguhnya, orang-orang ini (pengikut beliau) dengan jumlah yang sedikit seperti telah saya sampaikan, semuanya kira-kira hanya 70-72 orang saja melawan pasukan yang sangat besar.[17] Bagaimana mungkin [pasukan kecil] ini dapat melawan mereka? Sesungguhnya mereka (Hadhrat Imam Husain ra beserta para pengikut beliau) - sebagaimana Hadhrat Masih Mau’ud as telah jelaskan – berkorban jiwa untuk tujuan yang benar dan satu demi satu pun menjadi syahid.

Allah Ta’ala memiliki cara-Nya sendiri untuk membalas kezaliman mereka sebagaimana Hadhrat Imam Husain ra telah bersabda, “Allah Ta’ala akan membalas untukku.” Dan sesuai dengan sabda beliau itu Allah Ta’ala telah membalasnya, Yazid memperoleh kemenangan hanya untuk sementara, tetapi sekarang adakah orang yang memanggil nama Yazid itu dengan sebutan yang baik? Jika Yazid mendapat penilaian nama baik, tentu orang-orang Muslim menggunakan nama itu untuk anak keturunan mereka. Akan tetapi sampai sekarang tidak ada orang Muslim yang memberi nama Yazid kepada anaknya. Jika ingin mengetahui tentang Yazid, Hadhrat Masih Mau’ud as menyebutnya ‘Yazid Peleed’ – “Yazid Kotor”.

Hadhrat Imam Husain mempunyai suatu maksud. Beliau tidak menginginkan kekuasaan pemerintahan. Beliau bermaksud ingin menegakkan hak (kebenaran) dan telah-pun beliau melaksanakan-nya. Hadhrat Mushlih Mau’ud, Khalifatul Masih II ra telah menjelaskan dengan sangat baik sekali. Beliau bersabda bahwa, “Peraturan yang Hadhrat Imam Husain ra ingin tegakkan ialah bahwa hak pemilihan Khilafat terletak ditangan rakyat suatu Negara atau sebuah Jemaat. Seorang bapak tidak dapat mewariskan kursi Khilafat itu kepada anaknya. Beliau bersabda bahwa, peraturan sekarang ini sungguh suci seperti telah terjadi di masa lalu. Bahkan dengan syahidnya Hadhrat Imam Husain ra sistim yang benar ini semakin nampak jelas. Jadi, yang berhasil adalah Hadhrat Imam Husain ra bukan Yazid.[18]

Kemudian perhatikanlah bagaimana Qudrat (Yang Maha Kuasa) telah menindak balas dengan cara lain lagi, sebuah pembalasan yang mengerikan. Mengenai peristiwa itu Hadhrat Mushlih Mau’ud ra telah menulis dalam buku beliau ‘Khilafat Rasyidah’, “Tertulis dalam tarikh (kitab-kitab sejarah Islam) bahwa setelah kematian Yazid, anaknya Muawiyah, yang namanya sama dengan nama kakeknya, yaitu Muawiyah juga. Setelah Muawiyah bin Yazid (bin Muawiyah) ini mengambil baiat dari masyarakat, ia pulang ke rumahnya dan selama 40 hari ia tidak pernah keluar dari rumahnya. Pada suatu ketika ia keluar, lalu ia berdiri di mimbar dan mulai berkata, ‘Memang betul saya telah mengambil baiat dari kalian semua, namun bukan karena saya menganggap diri saya layak untuk mengambil baiat dari kalian. Akan tetapi dengan tujuan agar tidak timbul perpecahan diantara kalian semua. Dan dari sejak itu sampai sekarang saya tidak berhenti berpikir bahwa jika ada seseorang diantara kalian yang layak menerima baiat dari masyarakat, maka tongkat kepemimpinan ini akan saya serahkan kepadanya, dan saya akan bebas dari tanggung jawab. Namun setelah berulangkali merenungkan saya tidak melihat seorangpun yang layak dari antara kalian. Oleh sebab itu wahai saudara-saudara! Dengarlah baik-baik bahwa saya tidak layak untuk manshab (kedudukan) ini. Dan selain itu saya ingin berkata bahwa bapakku dan kakekku pun tidak layak untuk memegang tampuk pimpinan ini. Derajat bapakku jauh lebih rendah dari Imam Husain dan derajat bapaknya (kakekku) jauh lebih rendah dari derajat ayah Hasan dan Husain (Hadhrat Ali ra). Ali ra sungguh lebih berhak menjadi Khalifah di zamannya. Dan sesudah itu dibandingkan dengan kakekku dan bapakku, Hasan dan Husain lebih berhak menjadi Khalifah. Oleh sebab itu saya sekarang melepaskan diri dari imarat (kepemimpinan) ini’.”[19]

Tengoklah sekarang bagaimana perkataan seorang anak telah menampar muka bapak dan kakeknya sendiri. Sebabnya dia mempunyai rasa takut kepada Tuhan, sebabnya terdapat sekelumit takwa dalam hatinya. Dari seorang yang bergelimang dengan kehidupan duniawi sekarang juga dapat lahir anak keturunan yang jujur dan baik hati, melaksanakan kewajiban dengan adil seperti itu. Akhirnya dia mengatakan, “Sekarang terpulang kepada kehendak kalian, siapapun yang hendak dijadikan pimpinan dan baiat ditangannya, lakukanlah sesuai dengan itu!” Ketika itu ibunya pun di belakang hijab (pardah sedang mendengarkan pidato anaknya itu. Ketika ia mendengar kata-kata yang diucapkan anaknya itu, dengan sangat marah ia berkata, “Hai anak celaka! Engkau telah memotong hidung keluarga! dan engkau telah mencampurkan debu dalam seluruh kewibawaan keluarga!” [engkau telah menjatuhkan kehormatan keluarga!] Ia [Muawiyah] menjawab, “Ibu, apa yang telah saya katakan justru itulah yang benar. Sekarang terserah, apa yang ingin ibu katakan tentang saya katakanlah sekehendak hati ibu!” Setelah itu ia segera pulang ke rumahnya dan tidak pernah keluar lagi sampai beberapa hari kemudian meninggal dunia. Sungguh kesaksian yang dahsyat bahwa terpisah dari orang-orang lain yang rela dengan Khilafat Yazid ternyata anak kandung Yazid sendiri tidak setuju dengan Khilafatnya. Anaknya itu telah mengeluarkan pernyataan demikian bukan karena ia serakah dengan kemewahan duniawi. Dan tidak pula ia berbuat demikian karena takut terhadap timbulnya perlawanan. Melainkan ia mengeluarkan kebijakan itu setelah merenungkan dengan tekun dan serius keadaan dan situasi yang sebenarnya, “Ali ra lebih berhak menjadi Khalifah daripada Muawiyah kakekku itu dan Hasan dan Husain lebih berhak daripada bapakku menjadi Khalifah. Sedangkan aku sama sekali tidak sanggup memikul tanggung jawab ini.” Jadi pengangkatan Muawiyah (bin Abu Sufyan) terhadap Yazid sebagai Khalifah tidak dapat dikatakan hasil pemilihan. Adakah hal lain lagi yang lebih besar dari kenyataan ini sebagai bukti untuk menunjukkan kehinaan seseorang, yakni anak sendiri membuka hakikat kelemahan bapak kandungnya sendiri. Kita dapat mengambil banyak sekali pelajaran dari pengorbanan Hadhrat Imam Husain ra. Beliau berdiri diatas kebenaran dan menyebarkannya kepada dunia. Beliau telah bernazar untuk mengorbankan nyawa beliau demi menegakkan kebenaran. Kita pun dengan perantaraan doa-doa hendaknya selalu memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala, agar Dia senantiasa membimbing kita kearah jalan yang lurus.

Pada satu tempat Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda, “Hadhrat Masih as telah disamakan (tasybiih) sebagai Hadhrat Imam Husain ra dengan digunakannya lafaz-lafaz isti’aarah. Dari penyerupaan ini berarti Al-Masih yang akan datang yaitu Masih Mau’ud ini juga mendapatkan bagian persamaannya. Atas hal itu pun dari satu segi benar adanya penyerupaan dengan Imam Husain ra. Akan tetapi pada zaman Hadhrat Masih Mau’ud as Insya Allah tidak akan terulang lagi hal-hal seperti itu.” [20]

Inilah taqdir Ilahi bahwa peristiwa-peristiwa yang melemahkan agama Islam itu sekarang tidak akan terjadi lagi. Akan tetapi kita harus banyak-banyak memanjatkan doa kepada Allah Ta’ala agar kita terlindung dari hal-hal itu yang akan memunculkan kerugian dalam keimanan. Sebagaimana telah saya katakan bahwa di zaman Masih Mau’ud as, Allah Ta’ala tidak akan mengulangi lagi peristiwa yang telah terjadi dimasa lampau diantaranya keberlangsungan Khilafat. Salah satu jalannya ialah juga dengan pemilihan Khalifah sesuai dengan lembaga pemilihan Khilafat. Hal demikian telah dinubuatkan oleh Hadhrat Rasulullah saw bahwa setelah Masih dan Mahdi wafat akan berdiri mata rantai [Khilafat] yang terus-menerus ada. Hadhrat Masih Mau’ud as juga telah menjelaskan bagaimanakah jalannya bahwa peristiwa-peristiwa dimasa lampau tidak akan terulang lagi? Misalnya Adam pertama telah dikeluarkan dari Jannat maka Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda, “Allah Ta’ala telah memberi namaku Adam juga, supaya jalan masuknya anak keturunan Adam ke dalam Surga dipersiapkan kembali.” Selanjutnya beliau as bersabda, “Al-Masih yang dulu telah disalib oleh orang-orang Yahudi. Namun dengan diberinya aku nama Al-Masih, maka Allah Ta’ala telah menyediakan sarana bagiku untuk mematahkan Salib. Jadi, Allah Ta’ala akan membalas tiga kali kekalahan dimasa lampau dengan kemenangan dan kejayaan.” [21] Jika Husain pertama telah disyahidkan tanpa alasan yang haq oleh Yazid, maka melalui Husain kedua Allah Ta’ala akan mengalahkan lasykar Yazid, insya Allah! Maka, kita tegak dengan keimanan akan hal ini. Jadi, jika bulan Muharram memberi pelajaran kepada kita, maka kita haruslah senantiasa mengirim shalawat dan salam kepada Hadhrat Rasulullah saw dan kepada aal (keluarga) beliau saw. Sesuai dengan nasehat Hadhrat Imam Zaman, kita harus banyak-banyak membaca shalawat dan salam, memanjatkan doa-doa dan mengadakan perubahan suci dalam diri kita masing-masing serta memperbaiki kelakuan kita. Kita harus menunjukkan keteguhan iman, kesabaran dan ketabahan menghadapi orang-orang yang mempunyai sifat seperti Yazid. Kita yakin bahwa sekarang yazidi (orang-orang bertabiat Yazid) tidak akan meraih keberhasilan, melainkan husaini (orang-orang yang bertabiat Husain) lah yang akan mendapat kemenangan. Taufik keteguhan dan ketetapan hati juga dapat diperoleh hanya melalui pertolongan Allah Ta’ala. Dan untuk mendapatkan pertolongan dari Allah Ta’ala, Allah Ta’ala telah memberi petunjuk agar kita banyak bersabar dan memanjatkan doa. Sabar bukan hanya berarti menahan kezaliman saja dan bukan bersikap diam lalu tetap duduk-duduk saja. Melainkan dengan tetap mengamalkan kebaikan dan menyatakan hal-hal yang benar tanpa rasa takut dan tanpa khawatir dengan resiko, ini disebut sabar juga. Jadi, Hadhrat Imam Husain ra telah menegakkan contoh teladan di hadapan kita bagaimana beliau telah menyatakan kebenaran sehingga kita harus berpegang kepadanya setiap waktu. Jika kita tetap dalam keadaan demikian maka kita akan mendapat bagian dari kemenangan yang telah dijanjikan Allah Ta’ala kepada Hadhrat Masih Mau’ud as. Insya Allah. Demi terkabulnya doa-doa membaca durood sharif (shalawat) adalah sangat penting. Hadhrat Masih Mau’ud as juga mengingatkan kearah itu. Banyak sekali Hadis-hadis juga menegaskan kearah itu, dan yang paling jelas lagi dalam Alquranul Karim Allah Ta’ala telah menegaskan untuk banyak membaca durood syarif itu. Oleh sebab itu kita semua setiap waktu harus selalu ingat membaca shalawat dan khususnya di bulan ini menaruh perhatian kearah itu. Sebagaimana sebelumnya Hadhrat Khalifatul Masih lV rh juga pernah menganjurkannya secara khusus kearah itu maka saya ingin mengulangi lagi anjuran beliau itu bahwa di bulan ini banyak-banyaklah membaca shalawat. Hal itu akan menjadi sarana yang sangat baik untuk menimbulkan perasaan dan kesan tentang peristiwa Karbala, untuk memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala demi menghapuskan kezaliman-kezaliman. Shalawat yang dikirimkan kepada Hadhrat Rasulullah saw menjadi sarana untuk menjadi ketenangan dan ketenteraman anak keturunan jasmani dan rohani beliau saw.[22] Pemandangan kemajuan-kemajuan juga akan nampak kepada kita. Dan hal itu menjadi salah satu jalan terbaik menampakkan kecintaan kepada orang-orang yang telah menjadi kecintaan dan kesayangan Hadhrat Rasulullah saw juga. Dan shalawat ini juga akan membawa berkat dalam pelaksanaan maksud dan tujuan dibangkitkannya Hadhrat Masih Mau’ud as pada zaman sekarang ini, insya Allah Ta’ala. Semoga Allah Ta’ala memberi taufik kepada kita semua untuk membaca shalawat, sebanyak-banyaknya membaca shalawat khususnya pada hari-hari ini. Dan shalawat ini akan menjadi keberkatan bagi pribadi kita juga. Pada akhirnya saya akan membacakan kutipan dari tulisan Hadhrat Masih Mau’ud as mengenai Hadhrat Imam Husain ra, mengenai maqam (kedudukan) Hadhrat Imam Husain ra yang setiap orang Ahmadi harus selalu menaruh perhatian penuh kepadanya bagaimana Hadhrat Masih Mau’ud as memberi penjelasan tentang kedudukan Hadhrat Imam Husain ra itu.

Seseorang menyampaikan kepada Hadhrat Masih Mau’ud as bahwa ada orang Ahmadi yang dengan salah menyebut-nyebut mengenai kedudukan dan kehormatan Hadhrat Imam Husain. Maka atas hal itu, beliau as bersabda, “Disampaikan kepada saya bahwa sebagian orang yang bodoh yang menganggap diri mereka anggota Jemaatku dengan mulut mereka sendiri menyebut-nyebut na’udzubillah, ‘Hadhrat Imam Husain ra adalah pemberontak disebabkan tidak mau baiat kepada Khalifah-e-Waqt yakni Yazid, sedangkan Yazid ada di pihak yang benar.’ la’natullahi ‘alal kaadzibiin – “Laknat Allah atas para pendusta”. Saya tidak mengharapkan, kata-kata buruk seperti itu keluar dari mulut siapa pun orang-orang lurus dari Jemaatku.” Bersabda, “Bagaimanapun melalui isytihar (selebaran) ini saya memberitahukan kepada para anggota Jemaat bahwa kita ber’itikad bahwa Yazid adalah seorang bertabiat tidak suci, ulat dunia, zalim dan pada dirinya tidak ada tanda-tanda bagi seseorang yang dapat dikatakan mu’min (beriman). Untuk menjadi orang mu’min bukanlah perkara mudah. Mengenai orang seperti itu Allah Ta’ala berfirman, “Orang-orang Arab gurun berkata, ‘Kami telah berimanKatakanlah, kamu belum sungguh-sungguh beriman; akan tetapi hendaknya kamu berkata, ‘Kami telah tunduk patuh; karena iman sejati belum masuk kedalam kalbu kamu (Al Hujarat : 15) Orang mu’min adalah yang amal perbuatan mereka memberi kesaksian bahwa didalam hatinya ada tertulis iman. Dan ia mendahulukan kepentingan Allah Ta’ala dan keridhaan-Nya diatas setiap kepentingan pribadinya. Dan ia berusaha melangkahkan kakinya diatas jalan takwa dan diatas jalan yang susah dan sempit sekalipun demi meraih keridhaan Allah Ta’ala. Dan ia terbenam dalam lautan kecintaan-Nya. Dan setiap benda seperti patung yang menjadi penghalang antara dia dengan Tuhan, apakah berupa keadaan akhlak, ataupun perbuatan fasik, atau kemalasan dan kelalaian, dia singkirkan sejauh-jauhnya. Akan tetapi Yazid yang malang itu bagaimana dapat memperolehnya. Kecintaan terhadap dunia telah membuatnya buta. Akan tetapi Hadhrat Imam Husain ra adalah thahir dan muthahhar (suci dan tersucikan) dan tanpa ragu beliau adalah salah seorang manusia terpilih yang Tuhan sendiri telah menyucikannya melalui tangan-Nya, dan Dia telah menjadikannya hamba pilihan-Nya yang Dia cintai dan tanpa ragu beliau salah seorang pemimpin ahli surga dan jika satu dzarrah (sangat sedikit) saja menyimpan rasa benci didalam hati kepadanya, akan mengakibatkan hilangnya iman. Ketakwaan, kecintaan kepada Tuhan, kesabaran, istiqamah (teguh pendirian) dan zuhd (kesederhanaan), serta ibadah dari Imam ini semuanya bagi kita merupakan uswah hasanah (teladan yang baik). Dan kita adalah orang-orang yang mengikuti petunjuk orang mashum ini, yang padanya kita dapatkan [hidayah, petunjuk]. Maka binasalah hati orang yang menjadi musuhnya. Dan berjayalah hati yang mencintainya serta menampakkannya dengan amal perbuatan. Iman beliau, akhlak beliau, keberanian beliau, ketakwaan dan istiqamah beliau serta kecintaan beliau kepada Tuhan; gambaran semuanya itu telah terlukis secara sempurna dalam diri beliau, laksana bayangan seseorang yang tampan atau cantik terlihat dalam sebuah cermin yang bersih dan jernih. Orang ini tersembunyi dibalik mata dunia. Siapa yang dapat mengetahui martabat orang ini, selain mereka yang daripadanya. Mata orang dunia tidak akan dapat mengenalnya. Sebab beliau sangat jauh dari dunia. Itulah yang menyebabkan kesyahidan Husain ra sebab beliau tidak dikenal. Siapa pun orang suci dan terpilih yang dicintai oleh penduduk dunia pada zamannya niscaya ia mencintai Husain. Ringkasnya, merendahkan Husain ialah perkara yang membuat seseorang masuk kedalam tingkat yang sangat dari kemalangan dan ketiadaan iman dan barangsiapa yang menghina Husain ra atau siapa pun wali yang termasuk dari para imam yang muthahhirin (yang tersucikan) atau sekalipun secara halus menggunakan kata-katanya maka ia menyia-siakan imannya, sebab Allah Yang Gagah Perkasa menjadi musuh orang-orang seperti itu, yang memusuhi hamba pilihan dan orang-orang yang dicintai-Nya.”[23]

Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberi taufik kepada kita untuk mencintai Hadhrat Nabi saw dan aal (keluarga) beliau. Semoga Dia memberi taufik kepada kita untuk selalu mengirim salam dan shalawat kepada beliau saw. Dan kita juga harus berdoa semoga Allah Ta’ala melenyapkan semua penganiayaan dan kekejaman yang dilakukan dengan mengatasnamakan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya di Pakistan dan di beberapa Negara lainnya. Dan khususnya di bulan ini di Pakistan dan juga di beberapa tempat di dunia, kerusakan yang kerap terjadi diantara orang-orang Syiah dan Sunni dan golongan lainnya, saling membunuh satu sama lain, saling merusak, saling menyerang satu dengan yang lain guna menimbulkan teror (ketakutan) dalam pertemuan-pertemuan yang diadakan, semoga Allah Ta’ala melindungi mereka juga. Dan semoga bulan ini menjadi bulan yang aman bagi semua negeri Muslim dan semua orang Muslim sehingga terbukti menjadi bulan yang penuh kebaikan. Dan semoga mereka menjadi orang yang betul-betul memahami maksud syahidnya Hadhrat Imam Husain ra dan semoga mereka juga menjadi orang-orang yang beriman kepada Imam di zaman sekarang ini.

Hari ini saya (Hudhur) setelah shalat akan memimpin shalat jenazah dua orang saudara Afrika dan seorang saudari Benggali (Bangladesh) yang sebagai pengenalan ialah berikut ini.

Seorang sahabat Afrika kita dari Zimbabwe, tuan Mehdi Tapani. Beliau Sekretaris Tabligh Nasional Jemaat disana dalam waktu lama. Wafat pada tanggal 15 November [2010]. Inna lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun. Beliau baiat pada tahun 1990 dan mendapat taufik ikut serta dalam Ahmadiyah dan setelahnya selalu mempersembahkan berbagai pengkhidmatan terhadap Jemaat. Beliau membantu dalam usaha membeli sebidang tanah untuk mesjid dan membangun kantor Jemaat. Beliau meninggalkan istri, lima anak laki-laki dan dua anak perempuan. Dan dengan karunia Allah semuanya Ahmadi. Anak-anak pun juga Ahmadi. Salah satu putra beliau, Husain Tapani adalah Sadr Khuddamul Ahmadiyyah Zimbabwe dan juga Sekretaris Umum. Menantu perempuan beliau juga Sadr Lajnah Imaillah. Wafat dalam umur 79 tahun. Semoga Allah Ta’ala meninggikan derajat-derajat beliau.

Jenazah kedua, tuan Dr. Al-Haaj Abu Bakr Gai. Saat masih hidup, beliau adalah Menteri Kesehatan di Gambia. Seperti telah saya sampaikan tadi beliau adalah minister of health and social work (Menteri Kesehatan dan Kerja Sosial) Gambia. Beliau wafat pada tanggal 2 Desember. Inna lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun. Lahir pada tahun 1940 di Gambia, di kota Banjul. Mendapatkan gelar general medicine (kedokteran umum) di Moskow. Pernah membaktikan dirinya di berbagai rumah sakit di berbagai negara. Dari tahun 1999 sampai 2004 beliau bekerja sebagai seorang dokter di rumah sakit Muslim Ahmadiyah di kota Talinding dibawah program Nusrat Jahan Scheme (Rencana Nusrat Jahan). Selama waktu itu beliau bukan Ahmadi. Beliau baru mendapat taufik baiat pada tahun 2004. Seorang Ahmadi yang sangat mukhlis dan banyak berkorban. Segera setelah baiat, beliau mengikuti nizam candah dan membelanjakan harta dalam berbagai macam jenis pengorbanan di jalan Allah Ta’ala dengan disiplin (sesuai peraturan). Beliau sering memberikan pengobatan cuma-cuma kepada banyak kaum wanita dan anak-anak kurang mampu di klinik pribadi beliau. Seorang da’i ilallah yang sangat aktif. Mendapat taufik sebagai zaim ansharullah. Sangat teratur dalam membaca Alquran dan menunaikan tahajjud. Sesuatu hal yang mengenainya beliau biasa mengungkapkannya di hadapan orang banyak bahwa setelah menjadi Ahmadi secara mukjizat diri beliau mengalami perubahan. Beliau mempunyai jalinan yang erat dengan Khilafat dan patut diteladani. Sangat menghormati dan tulus terhadap para Khalifah. Memajang foto-foto beliau-beliau (para Khalifah). Beliau diangkat menjadi Menteri pada tahun 2009. Mengomentari kewafatan beliau, dalam sidang parlemen berbagai pejabat pemerintahan dan juru bicara Parlemen menyebut-nyebut beliau sebagai orang yang penuh kebenaran (kejujuran), kesetiaan, keikhlasan, sifat melayani bangsa, rajin bekerja dan Muslim sejati. Wakil Presiden memanggil Amir Jemaat Gambia untuk menghadiri sidang parlemen dan kepada beliau diberikan 10 menit untuk berbicara agar menyampaikan sesuatu. Berbicara di depan parlemen adalah hal yang pertama bagi Amir Gambia tersebut. Setelah kewafatan beliau, jenazah beliau disemayamkan di dalam House of Parlement (Gedung Parlemen) yang kemudian disaksikan untuk terakhir kalinya oleh Presiden, Wakil Presiden, Sekretaris Parlemen, para menteri, para anggota parlemen, dan rekan-sejawat. Setelahnya, beliau dimakamkan dengan protokol resmi kenegaraan. Televisi Negara mengumumkan kewafatan beliau. Salah satu anggota Parlemen yang juga adalah keluarga almarhum menyampaikan pidato dalam sidang parlemen mengungkapkan di depan publik, “Almarhum adalah seorang Muslim Ahmadi yang sangat mukhlis yang mengimani Satu Tuhan, lima rukun Islam dan seorang Muslim yang sebenarnya. Dan beliau bukan hanya memberikan pengobatan gratis untuk orang-orang miskin bahkan membantu mereka dengan harta-benda beliau.” Waktu demi waktu, perlahan-lahan wabah penentangan terhadap Jemaat terangkat. Sedikit banyak kedudukan beliau dalam pemerintahan dari satu segi telah berfaedah. Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan kepada Jemaat pengganti yang lebih banyak lagi orang-orang yang bekerja di bidang pemerintahan, berpengaruh, berkesan baik, yang baik, saleh dan juga mau serta mampu menjadi khadim bagi silsilah (mata rantai Jemaat]

Jenazah ketiga, yang terhormat nyonya Izzatun Nisa, istri dari tuan yang terhormat Abu Ahmad Bhoniya dari Bangladesh. Beliau (almarhumah) merupakan ibunda dari murabbi silsilah, muballigh silsilah dan yang bertugas sebagai Bangla Desk[24], yang terhormat tuan Feroz Alim. Wafat pada tanggal 17 November dan berumur sekitar 85 tahun. Inna lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun. Beliau menerima Ahmadiyah pada tahun 1975 dan disiplin melakukan shalat lima waktu, tahajjud, pengamal diinul ‘ajaa-iz   (sederhana dalam beragama, apa yang jelas diketahui baik segera diamalkan tanpa banyak pemikiran) dan seorang perempuan yang mukhlis lagi baik. Demikian menaruh perhatian terhadap ibadah hingga selalu mengganti pakaian tatkala akan mendirikan shalat. Sekalipun beliau tinggal di desa, namun beliau menaruh perhatian besar terhadap ta’lim dan tarbiyat (pendidikan duniawi dan rohani) anak-anak. Walaupun dalam keadaan sangat sederhana beliau menaruh perhatian terhadap orang lain dalam keluarganya dan membantu mereka yang kurang mampu. Beliau menaruh kecintaan yang luar biasa terhadap Hadhrat Masih Mau’ud as dan Khilafat Ahmadiyah. Saat para penentang menyebut-nyebut mengenai sesuatu hal yang bertentangan dengan Jemaat di depan beliau, maka beliau menjawab, “Kalian tidak mengetahui seberapa besar nikmat yang sedang kalian ingkari?” Almarhumah seorang Musiah. Beliau meninggalkan tiga anak laki-laki dan lima anak perempuan. Seperti telah saya sampaikan, tuan Feroz Alim adalah salah seorang putra beliau dan sekarang tinggal di London. Semoga Allah Ta’ala meninggikan derajat beliau dan memberikan taufik kesabaran dan ketabahan kepada keluarga yang ditinggalkan.

(Setelah shalat Jum’at dan Ashar (dijamak) selesai, Hudhur ayyadahullah memimpin shalat jenazah ghaib untuk para almarhum)

                                    Penerjemah  : Mln. Hasan Basri



[1] Semoga Allah yang Mahaluhur mengokohkannya dengan kekuatan-Nya yang agung
[2] Perayaan kesyahidan Imam Husain yang diadakan di beberapa negara oleh orang Syiah diwarnai dengan atraksi di jalan-jalan dengan melukai diri sendiri.
[3] Syahidnya Khalifah Utsman ra (655 M) membuat umat Islam terbagi menjadi beberapa golongan; 1. Yang mendukung Khalifah Ali ra yang terpilih setelahnya; 2. Yang menolak berbaiat hingga tuntutan hukuman terhadap pembunuh Khalifah Utsman terpenuhi seperti Muawiyah di Damaskus-Syria dan Aisyah di Makkah. Khalifah Ali ra berpindah ibukota dari Madinah ke Kufah (Irak sekarang). Hingga Khalifah Ali ra wafat (660) umat Islam masih terbagi menjadi beberapa golongan. Hadhrat Hasan putra Ali menyerahkan kekuasaan kepada Muawiyah agar umat Islam bersatu. Sebelum Muawiyah wafat (680), ia mengangkat putranya Yazid secara sepihak tanpa musyawarah pemuka-pemuka Islam keturunan sahabat awwalin. Yazid mengirim banyak utusan ke kota-kota menekan penduduk agar baiat mengakuinya. Orang-orang Kufah yang dulu mendukung Khalifah Ali ra bersiap-siap memerangi Yazid dan perwira-perwiranya. Mereka mengundang Hadhrat Imam Husain ra datang ke Kufah untuk memimpin. Selama berminggu-minggu perjalanan dari Makkah ke Kufah, Hadhrat Husain ra baru mengetahui bagaimana Yazid memperkuat pengikutnya di kota Kufah dengan gubernur Ubaidullah bin Ziyad yang dikenal licik dan kejam. Secara bergelombang, Ubaidullah bin Ziyad mengirim ribuan pasukan (4.000-10.000) untuk mencegat dan mengepung Imam Husain yang baru sampai di Karbala, 70 km dari Kufah dekat Sungai Eufrat. Tragisnya, orang-orang Kufah yang dulu menyatakan mendukung sekarang berbalik membela musuh. Selain menutup diri dan diam di rumah, atau bergabung dengan pasukan Yazid, hanya segelintir saja yang mau datang dan membela Husain. Hadhrat Imam Husain ra sendiri menginginkan ishlah (perbaikan dan perdamaian) diantara pendukungnya maupun dengan kelompok musuh dan tidak berniat berperang. 
[4]Al-Mustadrak oleh al-Hakim dalam ‘Ma’rifatush Shahaabah’ (Pengetahuan tentang para sahabat) wa min Manaaqib al-Hasan wal Husain ibn bint Rasulullah saw (mengenai keutamaan al-Hasan dan al-Husain putra dari putri Rasulullah saw) hadits 4840
[5] Sunan at-Tirmidzi, Kitab al-Manaaqib bab 000/104 hadits 3782
[6] Hadhrat Imam Husain ra disyahidkan pada tahun 61 Hijriyah (680 M), berumur sekitar 57 tahun pada zaman Yazid bin Muawiyah baru bertahta. Hampir 50 tahun setelah wafat Nabi saw (w. 11 H., 632 M), 20 tahun setelah wafat ayahnya, Hadhrat Ali ra, 660 M
[7] Shahih Muslim Kitabul Jihaad was sair baab ta-miirul imam...hadits nomor 4522
[8] Al-Mustadrak oleh al-Hakim, op.cit., hadits nomor 4838
[9] Dikutip dari Daairatul Ma’aarif Islamiyah (semacam Ensiklopedia Islami) pada kata ‘Al-Hasan ibn ‘Ali ra’ jilid VIII, halaman 251, Dansygah, Punjab, Lahore, 2003
[10] Sepanjang sejarah Islam, gabungan antara penguasa zalim dengan para ulama suu’ (jahat) telah mengakibatkan dibunuhnya orang-orang suci di berbagai zaman dan tempat. Pembunuhan Hadhrat Imam Husain ra juga didorong oleh fatwa kafir dari para pemuka dan perwira sekitar Yazid dan kepatuhan buta para prajuritnya. Na’udzu billaah.
[11] Umar bin Sa’ad, komandan lapangan pengepungan dan pembunuhan Hadhrat Husain adalah putra Sa’ad ibn Abi Waqqash ra. Sa’ad termasuk sahabat senior, awwalin dalam hal masuk Islam, penakluk Iraq dan Persia, anggota Majelis pemilihan khalifah yang dibentuk Khalifah Umar ra, utusan Khalifah Utsman ke negeri China dan pernah menjadi gubernur Kufah. Sayang, Umar bin Sa’ad berbeda dengan ayahnya, dikarenakan rakus harta dan jabatan, ia yang telah dijanjikan menjadi walikota Ray rela melakukan kekejaman atas perintah dan tekanan Ubaidullah bin Ziyad, gubernur Kufah.
[12] Tarikh ath-Thabari, jilid VI, h. 243-250, Khilaafat Yazid bin Muawiyah, Darul Fikr, Beirut, 2002 dan Akbar Syah Khan Najib Abadi, dalam ‘Tarikh Islam’, halaman 51 s.d. 78, Nafees Academy, Karachi, edisi 1998
[13] Yazid bin Muawiyah bertahta sebagai raja di Damaskus dan memiliki banyak gubernur. Sekalipun ia disebut khalifah, ia adalah raja. Sa’ad bin Abi Waqqash, sahabat awwalin Nabi saw pun menyebut ‘malik’ (raja) kepada Muawiyah, ayahnya.
[14] Malfuzhaat (Kumpulan Sabda),  jilid IV (semuanya 10 jiid), h. 580, Terbitan Rabwah
[15] Majmu’ah Isytihaarat (Kumpulan Selebaran),  jilid I (semuanya 3 jiid), h. 178, surat untuk Maulwi ‘Abdul Jabbar, Terbitan Rabwah
[16] Akbar Syah Khan Najib Abadi, dalam bukunya ‘Tarikh Islam’, jilid II, h. 68, op.cit.
[17] Yang menyertai Imam Husain berperang ada 72 orang, 32 prajurit penunggang kuda dan 40 orang prajurit pejalan kaki. Mereka terdiri dari kaum remaja hingga dewasa. Anak-anak beliau ra, keponakan-keponakan, sahabat dan pembantu beliau. Mereka semua syahid dan dipenggal kepalanya. Tiga putra Husain dari istri selain Fatimah terbunuh termasuk Abdullah, bayi kehausan yang belum genap satu tahun. Selebihnya, anak-anak dan kaum perempuan yang bertahan di kemah-kemah dalam kelaparan dan kehausan karena dikepung dan dihalangi menuju sungai selama 3 hari.
[18] Kamiyabi, Anwarul ‘Uluum jilid 10 h. 589
[19]  ‘Khilafat Rasyidah’, Anwaarul ‘Uluum, jilid XV, h. 557-558
[20] Izalah Auham, Rohani Khazain jilid III halaman 136-137 Terbitan Rabwah
[21] Khutubaat-e-Mahmud (kumpulan khotbah Hudhur II ra) jilid 15 halaman 498-499 Terbitan Rabwah
[22] Rombongan Hadhrat Imam Husain ra yang masih hidup ialah adik perempuan beliau, Zainab bin Ali (50 tahunan), Ali Zainal Abidin bin Husain (20 tahunan) dan beberapa anak kecil serta perempuan. Hadhrat Zainab berperan menjadi tameng hidup yang menyelamatkan rombongan tersebut dengan mengumpulkan mereka agar jangan terpencar. Setelah pembakaran kemah-kemah rombongan Husain, perampasan harta-benda bahkan pembunuhan seorang anak kecil yang lepas karena panik oleh tentara musuh, rombongan ditawan dan dibawa ke Kufah kemudian ke Damaskus. Hari-hari itu, ada beberapa kali upaya dan ancaman pembunuhan terhadap ‘Ali Zainal Abidin baik di istana Gubernur Kufah maupun di istana Damaskus. Baik Zainab maupun Ali mempunyai kefasihan lidah dan ketepatan kata dan pemilihan kalimat yang menghunjam dada telah melunakkan dan mencengangkan para pengancam tanpa sedikit pun bersikap memelas namun penuh dengan ‘izzah (harga diri). Diantara kata-katanya yang terkenal di istana Yazid adalah "Apa yang akan kau katakan, hai Yazîd, kepada Rasulullah sementara keturunannya dalam keadaan seperti ini?!" Mendengar itu, orang yang hadir dalam ruangan menangis. Mereka tak kuasa lagi menahan air mata. Beberapa minggu kemudian, rombongan pun dibebaskan dan dipersilakan untuk tinggal di Madinah. Pada suatu hari, Imam as-Sajjad, Ali Zainal Abidin dengan langkah lunglai memeriksa hewan-hewan yang akan dikorbankan di hari Idul Adha, diiringi dengan linangan airmata, beliau berkata:”Berilah minum ternak-ternak kalian sebelum disembelih. Sungguh ayahku (Hadhrat Imam Husain ra) disembelih dalam keadaan kehausan.”
[23] Majmu’ah Isytihaarat jilid III halaman 544-546, selebaran nomor 270 cetakan Rabwah
[24] Pojok Bangla (Bangladesh) berkaitan dengan bahasa Bangla contoh acara MTA. 

No comments: