GOLDEN WORDS

Akar Segala Kebaikan Adalah Taqwa, Jika Akar Itu Ada Maka Semuanya Ada

Monday, April 16, 2012

Mengapa Air Mata Asin, Air Telinga Pahit, dan Air Mulut Tawar?


Tidak banyak yang tahu atau menyadari keajaiban dari apa yang kita miliki: air mata, air telinga, dan air liur. Fakta ilmiah ini terkadang disepelekan, padahal ketiganya memiliki fungsi berlainan yang memang diciptakan demikian oleh sang Pencipta sehingga kita dapat hidup dengan sangat baik.

Air Mata Berasa Asin
Air mata berasa asin karena memang kandungannya yang meliputi leusinenkefalin, adrenokortikotropik, dan prolaktin serta beberapa elektrolit, protein pengikat lemak dan Imunoglobulin A yang keseluruhannya menghasilkan rasa asin. Dimana fungsi utama dari keseluruhannya ialah menjaga kondisi mata agar tetap stabil. Protein pengikat lemak itu sendiri membuat lapisan terluar yang terdiri dari lapisan lemak yang fungsinya melindungi kelembaban mata tetap utuh.

Air Telinga Berasa Pahit
Air telinga kita pahit, sebenarnya merupakan hasil sekresi dari kelenjar-kelenjar di dalam telinga yang bersifat basa dan lengket. Sekresi ini memungkinkan telinga yang mana lubangnya terbuka dan tanpa penutup itu bilamana termasuki oleh serangga ataupun makhluk kecil lain menjadikan mereka tidak tahan berlama-lama di dalamnya dan segera keluar dari telinga. Cairan yang cenderung lengket menjadikan benda-benda kecil yang masuk cenderung terperangkap dan dapat dikeluarkan sebagai kotoran telinga.

Air Liur Berasa Tawar
Air liur kita memang berasa tawar. Ini dikarenakan memang fungsi daripadanya yang berhubungan dengan rasa dari makanan yang kita makan. Dapatkah Anda bayangkan jika air liur kita berubah rasa? Sangat-sangat tidak mengenakkan sekali pasti di kala menyantap makanan. Ini pun pasti Anda rasakan ketika Anda sakit. Minum air tawar pun berasa pahit. Sangat tidak nyaman. Air liur mengandung enzim dan beberapa protein dan zat antibakteri. Pada waktu Anda sakit, kandungan dari air liur berubah sedemikian rupa sehingga komposisi daripadanya cenderung menghasilkan cairan yang agak basa. Inilah mengapa Anda merasakan rasa pahit saat sakit dan sangat tidak nyaman di kala menyantap makanan.

Belajar dari Socrates dan Sayur Asem


Oleh  M. Iqbal Iskandar
DI Indonesia, hidup rakyat ditentukan lewat voting, kata dosen Saya dengan nada jengkel, sehari setelah pengumuman pembatalan kenaikan harga BBM per 1 April yang keputusannya diambil melalui jalan voting.
Ucapannya membuat saya berpikir sejenak seraya mengingat kembali keputusan keputusan legislatif yang diambil melalui voting beberapa waktu yang lalu. Tangan pun menggerakkan pena mencorat-coret kertas binder untuk me-List beberapa keputusan – keputusan legislatif yang diambil lewat jalan ‘akhir’ tersebut. ternyata, cukup banyak keputusan – keputusan yang diambil legislatif, yang akhirnya, harus melalui jalan voting.

Di antaranya kasus Bank Century. DPR merumuskan tiga opsi untuk divoting yang pada akhirnya melahirkan keputusan historis yang diambil melalui voting yang menegangkan. Nasib calon ‘tunggal’ Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution juga diputuskan melalui voting oleh anggota Komisi XI DPR-RI. Padahal sudah tunggal, namun masih ada saja celah agar dapat dilakukan voting.

Pemilihan Ketua KPK, Abraham Samad pun demikian. Ia memperoleh 43 suara anggota dewan mengalahkan calon-calon kuat yang sebelumnya diprediksi bakal jadi ketua KPK. Persoalan BBM pun sama, hasil akhir selalu ditentukan oleh siapa yang paling banyak memiliki anggota di DPR. Dan terakhir adalah RUU Pemilu yang rencananya akan divoting satu persatu, dari Empat (4) hal penting yang belum mencapai kesepakatan.

Tak lama kemudian, Pikiran saya pun melayang pada nasib sosok seseorang pemikir, yang mempunyai kekurangan pada ketampanan dan perawakan tetapi diliputi oleh kelebihan budinya: Jujur, adil dan baik. Dialah Socrates. (Baca: Moh. Hatta, Alam Pikiran Yunani)

Sejarah filsafat barat mencatat Socrates sebagai filsuf cerdas dan buah pikirannya menjadi rujukan bagi siapapun yang masuk dalam langgam filsafat. Namun sayang perjuangannya melawan relativisme kaum sophistic, dengan pendapatnya mengenai kebenaran dan kebaikan yang tunggal dan mutlak membuat ia dimusuhi dan dituduh sebagai guru yang menyesatkan murid-murid pada zamannya.

Socrates pun dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan dengan hasil voting 280 mendukung hukuman mati dan 220 menolaknya. pada akhirnya socrates dengan jalannya sendiri wafat dengan cara meminum racun di dalam penjara dalam usia 70 tahun. Yang perlu digarisbawahi adalah Socrates dihukum mati karena voting!

Luntur

Budaya musyawarah untuk mufakat hari ini kian meluntur. Padahal, pola ini lah yang dikembangkan oleh para pendiri dan pendahulu ketika merintis Republik Indonesia. Musyawarah dilakukan sebagai suatu upaya bersama dengan sikap rendah hati untuk mengambil keputusan bersama memecahkan persoalan (mencari jalan keluar) bangsa. Musyawarah adalah bagian dari demokrasi. Dalam demokrasi pancasila penentuan hasil ditentukan melalui musyawarah untuk mufakat. Bila terjadi kebuntuan yang berkepanjangan barulah dilakukan voting.

Pandangan dalam fraksi-fraksi di DPR merupakan hal yang wajar dalam sebuah demokrasi. Namun seyogyanya perbedaan pandangan tersebut tentunya dapat disikapi dengan bijaksana dan mengedepankan kepentingan masyarakat Indonesia. Kelemahan demokrasi kita hari ini adalah fakta bahwa ada kemungkinan kita jatuh dalam ‘diktator mayoritas’ melalui mekanisme voting. Dalam mempertahankan argumentasi, masing-masing fraksi tentunya harus mempertahankan nilai-nilai obyektif serta pola pikir cerdas sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang berkembang.

Dialog

Maksudnya, jika memang tidak ditemukan kata mufakat maka dilakukan dialog-dialog yang mengedepankan aspek kepentingan masyarakat secara menyeluruh, bukan kepentingan partai atau golongan tertentu.

Voting bukanlah jalan terbaik dalam mengambil keputusan. Keputusan yang diambil melalui voting hasilnya hanya ada 2 yaitu kebenaran dan pembenaran. Sesuatu yang salah jika disuarakan oleh suara terbanyak maka akan menjadi benar dalam bentuk ‘pembenaran’.

Simaklah ilustrasi menarik yang ditulis Kuncoro dalam blog pribadinya sebagai berikut. Sebuah warung makan di kota Padang akan menyajikan sayur asem di rumah makan. Si pemilik mengatakan bahwa sayur asem harus pedas karena masyarakat Padang suka makanan pedas, sementara para koki mengatakan bahwa sayur asem itu ya rasanya asem bukan pedas. Akhirnya si pemilik menyerahkan keputusannya kepada para koki.

Maka dilakukanlah pembahasan oleh para koki yang berjumlah 15 orang untuk menentukan rasa sayur asem tersebut. Tidak ada kata mufakat dalam menentukan rasa sayur asem tersebut karena sebagian berpendapat kalau membuat sayur asem di kota Padang harus pedas disesuaikan dengan selera masyarakat Padang sementara sebagian lagi mengatakan bahwa rasa sayur asem ya asem sesuai dengan originalitasnya bukan pedas.

Karena tidak ada kata mufakat maka dilakukanlah voting untuk pengambilan keputusan. untuk mengambil keputusan sayur asem yang pedas dan sayur asem yang original. Voting tersebut akhirnya dimenangkan oleh sayur asem yang pedas. Akhirnya warung makan tersebut menyajikan sayur asem yang pedas karena merupakan keputusan para koki melalui voting.

Pertanyaannya, benarkah hasil voting yang diambil dengan memutuskan Sayur Asem rasanya pedas adalah tindakan yang benar? Tentunya ini bukanlah kebenaran tetapi sebuah ‘pembenaran’, karena sayur asem rasanya ya asem dan sayur asem rasanya bukan pedas. Lagi lagi kebenaran akhirnya dikesampingkan, ya karena voting.

Voting memang sah dan memiliki legitimasi dalam proses pengambilan keputusan. Voting juga menjadi jalan yang lumrah dipilih ketika kesepakatan melalui jalan musyawarah tak bisa dicapai. Musyawarah bisa jadi akan ditempuh dengan waktu yang lama, namun disitulah proses dimana akan ada jalan terbaik yang akan dipilih. Bila yang dikedepankan adalah kepentingan rakyat, maka persoalan siapa yang berkoalisi dan siapa yang paling banyak anggota tak akan jadi persoalan. Mudah-mudahan kita dapat mengambil inspirasi dari nasib Socrates dan Sayur Asem yang menjadi korban sebuah ‘pembenaran’!

Penulis adalah Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum UMSU

Friday, April 13, 2012

MENANTI KELAHIRAN


Jika semua berlalu pasti ada yang baru
Semua pergi pasti ada yang datang lagi
Terkadang jiwa ini berdetak tak tentu
Termenung menunggu yang baru
Nyeri-nyeri
Rindu-rindu-rindu
Melewati hari
Membayang syahdu


Wajah sabar penuh harap
Mulai berhias di langit yang berderap
Dekat mendekap
Dan tak dapat terlelap
Se mili pun mata ini tak dapat terpejam
Was-was ini terus memburu
Tenang dalam keheningan
Tak sama dengan tenang dalam kekhawatiran
Rinduku berderu
Terasa nafas Tuhan beradu
Membuat ku bertumpu
Aku hanya pasrah kepada-Mu

Medan, 14042012

Wednesday, April 11, 2012

HIKMAH PERMINTAAN MAAF PAK MENTERI


Beberapa hari kebelakang ini kita di hadapkan berita berkenaan dengan pernyataan sikap Menteri BUMN Dahlan Iskan prihal permintaan maaf kepada CMNP (PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk).  Pernyataan maaf tersebut penulis kutip dari Detik Finace sebagai berikut:
Dengan ini saya minta maaf karena menggratiskan banyak mobil yang lewat pintu tol Ancol Barat. Ternyata pintu tol itu bukan milik Jasa Marga (BUMN), tapi milik swasta, CMNP. Saya minta maaf kepada manajemen CMNP (PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk) karena saya mengira itu tol milik Jasa Marga. Langkah saya itu semata-mata didorong rasa tanggung jawab setelah melihat kemacetan yang luar biasa yang diakibatkan kurangnya loket pintu tol tersebut pada jam-jam seperti itu. Meski minta maaf saya tetap mengharapkan ada penanganan yang lebih baik dengan cara menambah loket atau untuk sementara menambah tenaga manusia untuk menjadi 'loket berdiri'. Harapan ini saya sampaikan karena pintu tol tersebut menyebabkan kemacetan yang luar biasa di tiga jurusan sekaligus. Kalau pun permintaan maaf saya ini dinilai kurang memadai, saya bersedia mengganti biaya tol mobil-mobil yang saya gratiskan tersebut. http://finance.detik.com
Terlepas dari ada tidaknya motif di belakang dari sikap minta maafnya paling tidak kita bisa belajar dari beliau:
  • Beliau tidak ingin aturan pemerintah membuat susah masyarakat dengan terbukti beliau marah di pintu tol karena tidak ada petugas, sedangkan antrian mobil sudah membludak
  • Beliau ingin jajarannya peduli take care dan melaksanakan apa yang telah menjadi keputusan atasan.  Terbukti ketika beliau marah di pintu tol karena jajarannya tidak respon teradap kebijakan yang beliau buat prihal tidak boleh adanya antrian panjang di pintu tol.
  • Beliau cukup ksatria dengan permintaan maaf yang ternyata di belakang hari ditahu bahwa pintu tol tersebut bukanlah milik Negara

Dari sikap yang diambil oleh Bapak Menteri banyak hal yag kita bisa dapatkan pelajaran.  Agama mengajarkan kita meminta maaf jika kita melakukan kesalahan..  Segera berdamailah satu sama lain.  Sebab jahatlah orang yang tidak sudi berdamai dengan saudaranya. Ia akan di putuskan hubungannya dengan manusia maupun khaliknya (Tuhannya), sebab dia telah menanam benih perpecahan.  Bahkan agama lebih jauh mengajar kepada kita walau pun kita di pihak yang benar, maka berlakulah rendah hati seolah-olah kita di pihak yang salah.  Hal demikian akan medekatkan kita kepada takwa.  Permudahlah apa yang seharusnya mudah dan jangan mempersulit sesuatu yang sudah seharusnya mudah, agar apa pun urusan kita Tuhan berkenan mempermudahnya.
Melayani masyarakat dengan hati tulus ikhlas akan menarik semua kebaikan Tuhan yang ia yakini.  Tuhan juga akan senang ketika kita menjadi pelayan (Khaadim) yang sebenarnya.  Keitaatan terhadap suatu peraturan juga merupakan ciri seorang mengerti akan tanggung jawab yang di berikan kepadanya.  Terlepas dia seorang atasan atau bawahan, ketika peraturan itu telah menjadi keputusan maka semua pihak punya tanggung jawab yang sama.  Atasan berkewajiban memantau sejauh mana kebijakannya di terapkan dan bermanfat sedangkan bawahan berkewajiban menjadi seorang malaikat yang tanpa melibatkan nafsunya dia melaksanakan segala bentuk aturan itu apa adanya.