GOLDEN WORDS

Akar Segala Kebaikan Adalah Taqwa, Jika Akar Itu Ada Maka Semuanya Ada

Wednesday, February 22, 2012

YESUS DI INDIA BAB 4 Bagian 3

Bukti Dari Buku-buku Sejarah Tentang Kedatangan Yesus ke Punjab dan Daerah Sekitarnya


Pertanyaan yang pasti mengemuka adalah mengapa Yesus setelah terlepasnya beliau dari salib lalu mengembara sampai ke negeri ini yang letaknya sangat jauh dan merupakan perjalanan amat panjang.  Hal ini perlu dijawab secara rinci dan meskipun sudah sedikit disinggung di atas, ada baiknya lebih diperjelas.

Perlu dipahami bahwa perjalanan tersebut merupakan kewajiban bagi beliau sebagai seorang nabi karena Yesus a.s. mengembara sampai ke Punjab dan daerah sekitarnya itu dalam rangka mencari sepuluh suku bangsa Israel yang dalam istilah Injil disebut sebagai Domba-domba yang hilang.  Mereka itu bermukim di negeri ini dan kenyataan itu diakui oleh para ahli sejarah.  Karena itu Yesus memang perlu datang ke negeri ini untuk menyampaikan ajaran-ajaran samawi beliau.  Kalau beliau tidak melakukan perjalanan tersebut maka tujuan diutusnya beliau tidak akan terpenuhi karena sudah digariskan bahwa maksud kedatangannya adalah mencari dan mengajar Domba-domba Israel yang hilang.  Jika hal ini tidak dilaksanakan maka sama saja keadaannya dengan seseorang yang ditugasi rajanya untuk pergi ke daerah suku yang terpencil guna membuatkan sumur buat air minum mereka, tetapi yang bersangkutan membuang-buang waktu di tempat lain.

Bila ditanyakan bagaimana mungkin kesepuluh suku bangsa Israel itu berada di negeri ini, maka jawabannya adalah semua itu berdasarkan bukti-bukti kuat sehingga seorang bodoh pun tidak akan meragukannya.  Sudah luas diketahui orang kalau bangsa Afghan dan penduduk Kashmir berasal atau keturunan bangsa Israel.  Sebagai contoh, penduduk dari daerah Alai yang berbukit-bukit sejarak dua atau tiga hari perjalanan dari Hazara, selalu menyebut diri mereka Bani Israel dari sejak zaman purba. Begitu juga penduduk Kala Dakah yang juga merupakan daerah perbukitan, mereka ini bangga sebagai keturunan Israel.  Ada suku bangsa di Hazara sendiri yang menganggap mereka juga berasal dari Israel, sebagaimana penduduk daerah di antara Chalas dan Kabul. Dr. Bernier dalam bagian kedua dari bukunya Travels in the Mogul Empire (Lihat Apendiks) menyatakan berdasar penelitian beberapa cendekiawan Inggris bahwa penduduk Kashmir adalah keturunan bangsa Israel.  Pakaian, karakteristik tubuh dan adat kebiasaan mereka menunjuk kepada kenyataan bahwa mereka berasal dari keturunan Israel.

George Forster dalam bukunya Letters on a journey from Bengal to England (Lihat Apendiks), mengatakan saat ia berdiam di Kashmir ia merasa berada di tengah-tengah suku bangsa Israel. Dalam buku The Races of Afghanistan (Lihat Apendiks), karangan H. W. Bellews C.S.I. dinyatakan kalau bangsa Afghan berasal dari Syria.  Raja Nebuchadnezar menawan mereka dan menempatkan mereka di Persia dan Media, dari mana mereka kemudian hijrah ke Timur dan bermukim di perbukitan Ghaur dekat Bamiyar dan mereka dikenal sebagai Bani Israel.  Sebagai bukti ialah nubuatan dari Nabi Idris (dalam Injil disebut Enoch) yang mengatakan bahwa kesepuluh suku bangsa Israel yang ditawan telah membebaskan diri mereka dan berlindung di daerah Arsartat, yang sekarang ini dikenal sebagai Hazara, dan sebagian di daerah bernama Ghaur.  Dalam buku Tabaqat-i-Nasri yang menceritakan tentang penaklukan Afghanistan oleh Genghiz Khan, dikatakan bahwa di masa dinasti Shabnisi ada sebuah suku bangsa yang disebut Bani Israel dan mereka adalah pedagang yang baik.  Dalam tahun 622 M. sekitar saat maklumat kenabian Rasulullah s.a.w., bangsa ini bermukim di daerah sebelah timur Herat.  Seorang pemuka suku Quraish bernama Khalid bin Walid bertabligh kepada mereka menyampaikan kabar kedatangan Rasulullah s.a.w. Ada lima atau enam kepala suku bangsa itu bergabung dengan Khalid bin Walid dimana di antaranya seorang bernama Qais yang paling terkemuka dan seorang lagi bernama Kish.  Setelah masuk Islam, bangsa ini berperang dengan gagah berani di bawah bendera Islam dan memperoleh banyak daerah penaklukan.  Rasulullah s.a.w. banyak memberikan hadiah kepada mereka, memberkati mereka dan menubuatkan bahwa mereka akan memperoleh kemashuran.  Rasulullah s.a.w. menyatakan bahwa kepala-kepala suku bangsa ini akan selalu dikenal sebagai Malik.  Adapun Qais beliau beri nama Abdul Rashid dan diberi gelar ‘Pathan.’  Para pengarang Afghanistan mengatakan bahwa kata itu berasal dari bahasa Syria yang berarti kemudi. Qais diberi gelar ‘kemudi’ itu karena ia yang mengendalikan suku bangsanya.  Sebelum kedatangan Khalid bin Walid, mereka itu konsisten menjalankan agama Yahudi.

Sulit memperkirakan kapan bangsa Afghan dari Ghaur itu lalu berpindah dan mukim di daerah sekitar Kandahar sampai sekarang.  Kemungkinan di abad pertama tarikh Islam. Bangsa Afghan mengemukakan bahwa Qais menikah dengan putri Khalid bin Walid dan mendapat tiga putra bernama Saraban, Patan dan Gurgasht.  Saraban mempunyai dua putra yang diberi nama Sacharj Yun serta Karsh Yun dan mereka ini yang menurunkan bangsa Afghan atau Bani Israel. Penduduk Asia Kecil dan sejarahwan Barat mengenai Muslim menyebut bangsa Afghan sebagai ‘Sulaimanis.’

Dalam The Cyclopaedia of India, Eastern and Southern Asia, volume 111, susunan E. Balfour, dinyatakan bangsa Yahudi tersebar di seluruh daerah Asia bagian tengah, selatan dan timur. Di masa lalu banyak dari bangsa ini yang bermukim di Cina dan mempunyai kuil di Yih Chu di distrik Shu. Dr. Joseph Wolff yang mengembara lama sekali dalam pencarian sepuluh suku bangsa Israel yang hilang, menyatakan bahwa jika bangsa Afghan adalah keturunan Yakub maka mereka itu berasal dari suku Yahuda dan Ben Yamin.  Laporan lainnya mengemukakan kalau orang-orang Yahudi itu dibuang ke Tartary dan mereka bisa ditemui dalam jumlah banyak di sekitar Bokhara, Merv (sekarang dekat Turkmenistan) dan Khiva (sekarang di Uzbekistan). Hasil riset Dr. George Moore menunjukkan bahwa suku bangsa Tartar yang bernama Chosan adalah keturunan Yahudi dan di antara mereka masih bisa ditemui sisa-sisa agama Yahudi seperti adat khitan.

Dalam penampilannya bangsa Afghan dalam segala hal mirip sekali dengan umat Yahudi. Mereka juga mempunyai adat dimana adik laki-laki yang lebih muda mengawini janda kakaknya. Seorang pengelana Perancis bernama L. P. Ferrier yang berkunjung ke Herat, menyatakan kalau di daerah tersebut ditemui banyak orang Yahudi yang bebas melaksanakan ritual agama mereka. Rabbi Bin Yamin dari Toledo (Spanyol) pada abad keduabelas pernah mengembara mencari suku-suku bangsa yang hilang itu.  Ia menyatakan bahwa umat Yahudi itu bermukim di Cina, Iran dan Tibet. Flavius Josephus (Lihat Apendiks),  yang mengarang buku sejarah umat Yahudi dari zaman purba, pada tahun 93 M. menulis dalam buku kesebelas tentang umat Yahudi yang bebas dari tawanan bersama nabi Ezra, menyatakan kalau mereka itu menetap di sebelah timur sungai Euphrat dimana jumlah mereka amat banyak sekali.  Yang dimaksud di luar Euphrat adalah daerah-daerah Persia dan negeri-negeri di timurnya.  Santo Jerome yang hidup di abad kelima saat menulis tentang nabi Hosea menyangkut pokok bahasan, menyatakan dalam catatan pinggirnya bahwa umat Yahudi sejak saat itu berada di bawah kendali raja Parthia yaitu Paras.  Pada jilid pertama dari buku itu dikemukakan kalau Count Juan Steram menyatakan bahwa raja Nebuchadnezar setelah penghancuran bait suci di Yerusalem telah membuang suku-suku bangsa itu ke daerah Bamiyan dekat Ghaur di Afghanistan.

Buku A Narative of a Visit to Ghazni, Kabul and Afghanistan (Lihat Apendiks), karangan G. T. Vigne F.G.S. di halaman 164 menceritakan tentang seorang mullah bernama Khuda Dad membaca dari buku Majma-ul-Ansab bahwa putra tertua dari Yakub adalah Yehuda yang berputra Usrak; putra Usrak adalah Aknur; Aknur berputra Maalib yang menurunkan Ka-Farlai; putra Farlai adalah Qais yang selanjutnya berputra Talut; Talut berputra Armea yang menurunkan Afghan.  Keturunan Afghan yang berputra empatpuluh orang inilah yang kemudian menjadi bangsa Afghanistan.  Qais yang hidup di masa Rasulullah s.a.w. adalah keturunan ke 34 setelah 2000 tahun sejak masa Yakub.  Keturunannya berkembang menjadi 64 generasi.  Putra sulung Afghan yang bernama Salm kemudian bermigrasi dari tempat asalnya di Syria dan bermukim di Ghaur Mashkoh dekat Herat.

Dalam Encyclopaedia of Geography (Lihat Apendiks),  dari James Bryce F.G.S., London 1856, di halaman 11 dikatakan bahwa bangsa Afghanistan bisa merunut garis keturunan mereka sampai kepada Saul raja Israel dan menyebut diri mereka Bani Israel. Alexander Burns juga mengemukakan kalau bangsa Afghan mengaku sebagai umat Yahudi yang katanya ditawan oleh raja Babul dan ditempatkan di daerah Ghaur di barat laut Kabul dimana sampai tahun 622 M. mereka masih menjalankan ritual agama Yahudi, tetapi kemudian Khalid bin Abdullah (kekhilafan yang maksudnya Walid) menikah dengan putri kepala suku dan membawa mereka memeluk agama Islam dalam tahun itu.  Di buku History of Afghanistan (Lihat Apendiks),  dari G. R. Malleson, London 1878, di halaman 39 dikemukakan bahwa Abdullah Khan dari Herat, pengelana Perancis bernama Friar John dan Sir William Jones (seorang orientalis) sepakat kalau bangsa Afghan merupakan Bani Israel keturunan dari sepuluh suku bangsa yang hilang.  Begitu juga buku,  History of the Afghans (Lihat Apendiks), karangan  L. P. Ferrier dan diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh W. M. Jasse, London 1858, mencatat di halaman 1 kalau mayoritas sejarahwan timur sependapat bahwa bangsa Afghan adalah keturunan dari sepuluh suku bangsa Israel yang hilang sebagaimana pendapat bangsa itu sendiri.  Di halaman 4 buku itu diceritakan bahwa bangsa Afghan memiliki bukti berupa kitab Injil dalam bahasa Iberani dan beberapa artikel ritual agama yang diserahkan oleh suku bangsa Yusaf-Zai kepada raja Nadir Shah di Peshawar ketika yang bersangkutan sedang melakukan invasi ke India.  Di antara para pengikut Nadir Shah sendiri terdapat beberapa orang Yahudi yang langsung mengenali barang-barang itu. Di halaman 4 buku tersebut juga disampaikan opini pengarang yang menyatakan bahwa pandangan Abdullah Khan dari Herat itu dapat diyakini. Ringkasnya disampaikan garis keturunan yaitu Malik Talut (dalam Injil disebut Saul) berputra dua orang yaitu Afghan dan Jalut.  Afghan kemudian menjadi pemuka di antara bangsanya.  Setelah pemerintahan Daud dan Sulaiman (Solomon) terjadi perpecahan di antara bangsa Israel sehingga mereka berpisah sampai kedatangan raja Nebuchadnezar.  Raja ini membunuh 70.000 umat Yahudi dan menghancurkan kotanya serta menawan sisa Yahudi yang ada dan dibawa ke Babylon sebagai tawanan.  Setelah bencana itu keturunan Afghan melarikan diri dari Yudea ke Arabia dan tinggal disana untuk jangka waktu lama. Namun karena kekurangan air dan tanah yang dapat digarap, mereka kemudian bermigrasi ke India.  Sekelompok Abdalis tetap tinggal di Arabia dan di masa Khalifah Hazrat Abu Bakar, salah seorang kepala suku mereka mengikat tali perkawinan dengan Khalid bin Walid.  Ketika kemudian Iran jatuh di bawah kekuasaan Arabia, mereka kemudian bermukim di daerah Iran di sekitar Faras dan Kirman.  Mereka menetap di sana sampai datangnya penyerbuan Genghiz Khan.  Suku Abdalis ini tidak berdaya menghadapi kekejaman Genghiz Khan.  Mereka kemudian pergi ke India melalui Makran (sekarang Baluchistan), Sindh dan Multan.  Karena tetap tidak mendapatkan ketenteraman, mereka kemudian meneruskan ke Koh Sulaiman dan bermukim di sana.  Mereka semua terdiri dari 24 suku bangsa keturunan dari Afghan yang berputra tiga orang yaitu Saraband, Arkash (Gargasht) dan Karlan (Batan).  Masing-masing mereka berputra delapan yang kemudian berkembang menjadi 24 suku yang diberi nama sama dengan nama putra-putra itu.  Rinciannya adalah sebagai berikut:

Putra
Saraband

Nama
suku

Putra
Gargasht

Nama
suku

Putra
Karlan

Nama
suku

Abdal
Babur
Wazir
Lohan
Barch
Khugiyan
Sharan
Abdali
Baburi
Waziri
Lohani
Barchi
Khugiyani
Sharani
Khilj
Kakar
Jamurin
Saturiyan
Peen
Kas
Takan
Nasar
Khilji
Kakari
Jamurini
Saturiyani
Peeni
Kasi
Takani
Nasri
Khatak
Afrid
Tur
Zaz
Bab
Banganes
Landipur
Khataki
Afridi
Turi
Zazi
Babi
Banganesi
Landipuri



Buku karangan Khwaja Nikmatullah dari Herat berjudul Makhzan-i-Afghan dari tahun 1018 H. di masa pemerintahan raja Jahangir, diterjemahkan oleh Prof. Bernhard Doran dari Kharqui University, London 1836, memberikan pernyataan sebagai berikut:
Di bab 1 dikemukakan sejarah Yakub Israel sebagai nenek moyang awal bangsa Afghan.
Di bab 11 terdapat sejarah raja Talut yang menjadi garis awal keturunan bangsa Afghan.

Di halaman 22 dan 23 dinyatakan Talut berputra dua orang yaitu Barkhiya dan Armiyah. Barkhiya berputra Asaf dan Afghan, dimana Afghan berputra 24 orang. Di halaman 65 diungkapkan raja Nebuchadnezar menduduki seluruh Sham (Syria) dan membuang suku-suku bangsa Israel ke daerah Ghaur, Ghazni, Kabul, Kandahar dan Koh Firoz dimana keturunan Afghan dan Asaf kemudian bermukim.

Di halaman 37 dan 38 disampaikan kutipan dari Majma-ul-Ansab dan Tarikh Buzidah karangan Masaufi, bahwa di masa Rasulullah s.a.w. pemuka Khalid bin Walid telah mengajak bangsa Afghan yang berada di Ghaur untuk memeluk Islam. Kepala suku Afghan bernama Qais yang adalah keturunan ke 37 dari raja Talut telah datang menghadap Rasulullah s.a.w. Beliau memberikan gelar ‘Pathan’ kepada kepala suku itu yang berarti kemudi kapal. Kemudian kepala suku itu kembali ke negerinya dan mulai menyiarkan Islam.

Di halaman 63 dikemukakan bahwa Farid-ud-Din Ahmad mengemukakan mengenai gelar Bani Afghanah atau Bani Afghan dalam bukunya berjudul Rasalah Ansab-i-Afghaniyah yaitu: setelah Nebuchadnezar menaklukkan bangsa Israel dan daerah Sham serta menghancurkan Yerusalem, ia menawan bangsa Yahudi dan mengangkut mereka sebagai hamba sahaya.  Ia memaksa mereka meninggalkan agama Musa dan menyembah dirinya sebagai pengganti Tuhan, yang ditolak oleh bangsa Yahudi tersebut. Akibatnya Nebuchadnezar menghukum mati sekitar dua ribu orang dan mengusir mereka keluar dari daerah kerajaan dan daerah Sham.  Sebagian dari mereka pergi ke perbukitan Ghaur dimana keturunan mereka menetap di sini dan diberi nama Bani Israel, Bani Asaf dan Bani Afghan. Di halaman 64 pengarang mengutip catatan dari Tarikh-i-Afghani dan Tarikh-i-Ghauri yang menegaskan kalau bangsa Afghan adalah Bani Israel dan sebagian mereka berasal dari Kopti (Mesir). Abdul Fazl menyatakan bahwa sebagian orang Afghan mengaku berasal dari Mesir yaitu dari mereka yang kembali ke Mesir dari Yerusalem, setelah mana mereka bermigrasi ke India. Farid-ud-Din Ahmad menjelaskan tentang nama ‘Afghan’ yaitu antara lain berasal dari kebiasaan mereka ‘meratap dan menangis’ (faghan) karena terkenang kampung halaman mereka. Sir John Malcolm juga berpendapat sama dalam bukunya History of Persia, volume 1, halaman 101.

Pada halaman 63 diberikan pernyataan Mahabat Khan: ‘Karena mereka adalah pengikut dan bertalian dengan nabi Sulaiman a.s. maka mereka oleh orang Arab dijuluki Sulaimanis.’ Halaman 65 mengemukakan bahwa semua semua riset oleh sejarahwan orientalis menunjukkan kalau bangsa Afghan menganggap diri mereka keturunan Yahudi. Beberapa sejarahwan masa kini juga berpandangan sama. Mengenai penggunaan nama-nama Yahudi oleh bangsa Afghan yang kemudian menganut Islam, tidak ada yang bisa mendukung pandangan penterjemah Bernhard Doran. Di bagian utara dan barat Punjab ada beberapa suku yang semula Hindu kemudian memeluk Islam tetapi nama-namanya bukan Yahudi, yang menunjukkan bahwa dengan menganut Islam mereka tidak harus tetap menggunakan nama Yahudi.  Penampilan phisik mereka sendiri amat mirip dengan bangsa Yahudi, hal mana diakui juga oleh para cendekiawan meskipun mereka tidak termasuk yang berpandangan bahwa orang Afghan berasal dari umat Yahudi. Mengenai hal itu Sir John Malcolm mengatakan:

Asal mula suku bangsa Afghan yang hidup di daerah pegunungan antara Khurasan dan Indus sudah ditelusuri oleh beberapa sejarahwan.  Beberapa menekankan jika mereka itu keturunan dari bangsa Yahudi yang ditawan oleh Nebuchadnezar dimana kepala-kepala sukunya merunut garis keturunan mereka sampai ke Daud dan Saul (Talut).  Walaupun pengakuan mereka itu diragukan namun penampilan phisik dan adat istiadat mereka berbeda dari bangsa Parsi, Tartar dan India sehingga ini mungkin membenarkan pengakuan mereka yang sebenarnya bertentangan dengan berbagai fakta kuat dan memang belum ada buktinya.  Kalau kemiripan ciri di antara dua bangsa bisa digunakan sebagai bukti maka bangsa Kashmir dengan ciri Yahudinya tentunya bisa dianggap sebagai keturunan Yahudi.  Hal itu tidak saja dikemukakan oleh Bernier tetapi juga oleh Forster dan mungkin beberapa cendekiawan lainnya.  Walaupun Forster tidak berpandangan sama dengan Bernier, namun ia mengakui jika ia berada di antara bangsa Kashmir, ia merasa seolah berada di antara umat Yahudi.’
 Mengenai nama ‘Kashmir’ ada penjelasan dalam buku Dictionary of Geography dari A. K. Johnston di halaman 250 di bawah judul CASHMERE yaitu:
Penduduk aslinya bertubuh tinggi, kekar dengan penampilan kelaki-lakian, wanitanya bertubuh penuh dan cantik dengan hidung mancung dan ciri-ciri yang mirip bangsa Yahudi.’

Dalam berkala Civil & Military Gazette bertanggal 23 November 1898 halaman 4 di bawah judul ‘Sawati and Afridi’ disampaikan sebuah makalah menarik dan penting ditujukan ke bagian Anthropology dari British Association pada sesi musim dingin di hadapan Komite Anthropoligical Research dalam salah satu pertemuan mereka belum lama ini.  Di bawah ini dikutipkan bagian naskah yang penting dari makalah tersebut.

Penduduk asli Paktan atau Pathan di gerbang barat dari India sudah dikenal lama dalam sejarah, banyak dari suku bangsa ini disebut oleh Herodotus dan para sejarahwan Alexander. Di abad menengah, daerah pegunungan liar dimana mereka berada disebut Roh dan penduduknya Rohillah dan tidak diragukan jika mereka ini sudah ada di sana jauh sebelum munculnya suku-suku bangsa Afghan.  Semua bangsa Afghan sekarang ini dianggap sebagai Pathan karena mereka menggunakan bahasa Pathan atau Pashtu.  Mereka tidak mengakui kekerabatan dengan yang lainnya karena mereka merasa mengaku sebagai Bani Israel yaitu keturunan dari bangsa yang ditawan dan dibawa ke Babylon oleh Nebuchadnezar.  Namun semuanya menggunakan bahasa Pashtu dan sama menghormati hukum adat yang disebut Paktanwali, yang berisi peraturan-peraturan mirip dengan ajaran hukum Musa dan adat kuno bangsa Rajput.’


JEJAK BANGSA ISRAEL
‘Dengan demikian bangsa Pathan yang kita bahas ini bisa dibagi dalam dua komunitas besar yaitu suku dan klan seperti Waziri, Afridi, Orakzais dan lain-lain yang merupakan keturunan India dan bangsa Afghan yang mengaku sebagai bangsa Semit (Ibrani) dan merupakan ras yang dominan sepanjang perbatasan.  Mungkin saja Paktanwali yang merupakan norma tidak tertulis tetapi dianut oleh mereka semua, merupakan campuran berbagai sumber.  Di dalamnya kita bisa menemukan peraturan-peraturan agama Musa yang diterapkan pada adat kebiasaan Rajput dan dimodifikasi oleh kebiasaan Islam.  Bangsa Afghan yang menyebut dirinya Durani sejak berdirinya kerajaan Durani sekitar satu setengah abad yang lalu, menyatakan bahwa mereka keturunan dari bangsa Israel melalui moyang mereka bernama Kish, yang oleh nabi Muhammad diberi nama Pathan (bahasa Syria untuk kemudi kapal) karena ia ditugaskan mengemudikan rakyatnya kepada arus agama Islam. Kami telah mengemukakan di atas kalau usia bangsa Pathan atau Paktan ini lebih tua dari Islam.  Umumnya penggunaan nama-nama Israel di antara bangsa Afghan mengharuskan kita mengakui adanya keterkaitan dengan bangsa Israel. Begitu juga adat mereka seperti perayaan Paskah (yang persis sama dengan ritual Yahudi) yang tetap dirayakan oleh mereka yang berpendidikan rendah tanpa mengetahui asal muasalnya.  Bellew berpendapat bahwa keterkaitan dengan bangsa Israel itu nyata adanya, namun ia juga mengingatkan bahwa sekurangnya satu dari tiga cabang garis keturunan Afghan yang menurut hikayat berasal dari keturunan Kish dengan nama Sarabaur.  Nama ini merupakan bentuk kuno dari bahasa Pashtu yang dikenakan kepada ras Rajput yang menganut kalender matahari (solar) ketika mereka bermigrasi ke Afghanistan setelah kekalahan mereka dalam perang melawan Chandraban penganut kalendar bulan (lunar) dalam perang besar Mahabarata dalam sejarah awal India.  Dengan demikian bangsa Afghan kemungkinan adalah bangsa Israel yang diserap ke dalam suku-suku bangsa Rajput kuno dan ini rasanya merupakan jawaban yang paling mungkin atas pertanyaan mengenai asal muasal bangsa ini.  Hanya saja bangsa Afghan modern mempertahankan pendirian mereka bahwa berdasarkan tawarikh, mereka itu berasal dari ras terpilih keturunan Ibrahim dan mengakui kesamaan dengan Pathan lainnya berdasarkan kesamaan bahasa dan adat istiadat suku bangsa.’

Semua kutipan dari buku-buku para pengarang terkenal tersebut jika dirangkum akan meyakinkan seorang yang berfikir bahwa bangsa Afghan dan Kashmir yang berada di India, di daerah perbatasan dan daerah sekitarnya, adalah Bani Israel. Pada bagian kedua buku ini, Inshallah, aku akan memberikan rincian lebih jauh tentang tujuan utama perjalanan Yesus a.s. ke India yaitu melaksanakan tugas yang diterima beliau untuk mengajar semua suku bangsa Israel sebagaimana berulangkali dikemukakan beliau dalam Injil. Jadi sebenarnya bukanlah suatu hal yang aneh jika beliau memang datang ke India dan Kashmir. Malah akan aneh kalau tanpa melaksanakan tugas-tugas yang diembannya itu, beliau langsung naik ke langit.  Sekianlah dan aku tutup diskusi ini. Salam bagi mereka yang memperoleh petunjuk yang benar.

MIRZA GHULAM AHMAD
Al-Masih yang Dijanjikan