GOLDEN WORDS

Akar Segala Kebaikan Adalah Taqwa, Jika Akar Itu Ada Maka Semuanya Ada

Friday, November 25, 2011

YESUS DI INDIA (2)


Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang

BAB 1

Untuk diketahui, umat Kristiani meyakini Yesus a.s. setelah ditangkap karena pengkhianatan Yudas Iskariot, disalib, lalu dibangkitkan dan kemudian naik ke sorga. Namun kepercayaan mereka itu tidak didukung oleh Injil sendiri. Injil Matius pasal 12 ayat 40 menyatakan bahwa sebagaimana nabi Yunus tiga hari tiga malam berada dalam perut ikan paus, begitu juga Anak Manusia akan berada tiga hari tiga malam dalam rahim bumi. Yang kita ketahui, jelas bahwa nabi Yunus a.s. tidak dalam keadaan mati di dalam perut ikan, yang paling gawat telah terjadi kemungkinan beliau itu hanya dalam keadaan pingsan.  Kitab-kitab suci Tuhan menyatakan bahwa nabi Yunus a.s. berkat rahmat Allah s.w.t. tetap hidup dalam perut ikan itu, serta keluar dalam keadaan hidup dimana umat beliau akhirnya menerima ajarannya. Kalau Yesus a.s. kemudian dikatakan mati dalam perut ‘ikan’ lalu dimana letak kesamaan antara seorang yang mati dengan orang yang hidup?

Yang sebenarnya terjadi adalah karena Yesus a.s. adalah seorang nabi yang benar dan Tuhan yang mengasihi beliau akan menyelamatkan beliau dari kematian yang terkutuk, maka beliau berdasarkan wahyu telah memberikan perumpamaan bahwa beliau tidak akan mati di atas kayu salib yang terkutuk. Bahkan sebaliknya, seperti juga nabi Yunus a.s. beliau hanya akan pingsan saja. Dalam perumpamaan itu beliau juga mensiratkan bahwa ia akan keluar dari perut bumi dan berkumpul kembali dengan umat manusia, dan seperti juga dengan nabi Yunus a.s., beliau akhirnya akan dihormati oleh manusia.  Nubuatan tersebut telah menjadi kenyataan karena Yesus a.s. setelah keluar dari perut bumi telah pergi menemui suku-suku bangsanya yang bermukim di negeri-negeri di timur seperti Kashmir, Tibet dan lain-lain. Suku-suku bangsa itu adalah sepuluh suku bangsa Israel yang ditawan dan dibawa dari daerah Samaria oleh raja Shalmaneser dari kerajaan Assyria pada 721 tahun sebelum Yesus. (Disamping akibat tindakan raja Assyria tersebut, sudah banyak juga umat Yahudi yang terbuang ke negeri-negeri d i T imur akibat serangan penjarahan Babilonia)

Akhirnya suku-suku bangsa ini bermukim di India dan menyebar ke berbagai tempat di negeri tersebut.  Yesus a.s. pasti telah melakukan perjalanan tersebut karena tujuandiutusnya beliau adalah mencari dan menemukan suku-suku bangsa Israel yang telah menetap di berbagai bagian India karena mereka ini telah meninggalkan agama leluhur mereka dimana sebagian besar telah menjadi penganut agama Buddha dan menjadi penyembah berhala. Dr. Bernier berdasarkan hasil penelitian beberapa orang terpelajar, dalam bukunya Travels in the Mogul Empire menyatakan bahwa penduduk Kashmir pada dasarnya adalah orang Yahudi yang ketika mereka tercerai-berai di zaman raja Assyria telah hijrah ke negeri ini.   (Dr. F rancois Bernier, Travels in the M ogul Empire , A.D. 1656-1668, v ol. VII)

 Adalah keniscayaan bagi Yesus mencari tahu dimana domba-domba Israel yang hilang itu berada, dimana setelah mereka itu tiba di negeri India ini lalu berasimilasi dengan penduduk setempat. Aku akan menyampaikan bukti-bukti bahwa Yesus a.s. memang sampai ke negeri ini untuk kemudian berangsur mengembara sampai ke Kashmir dimana beliau menemukan domba-domba Israel yang hilang itu di antara penduduk yang menganut agama Buddha.  Umat Yahudi ini kemudian memang menerima beliau sebagaimana juga umat nabi Yunus a.s. telah menerima nabinya. Hal ini merupakan keniscayaan karena Yesus berulangkali mengatakan bahwa beliau diutus kepada domba-domba Israel yang hilang.

Terlepas daripada itu, sudah sewajarnya juga beliau lepas dari kematian di atas kayu salib karena dalam Perjanjian Lama ditetapkan bahwa siapa yang tergantung di kayu salib adalah orang yang terkutuk. Alangkah kejamnya melemparkan hujatan bahwa sosok mulia seperti Yesus Al-Masih itu seorang yang terkutuk karena sejalan dengan pemahaman umum dari mereka yang memahami bahasa tersebut, la’nat atau kutukan itu merujuk kepada status hati seseorang. Seseorang dikatakan dilaknat kalau hatinya karena sepi dari rahmat Tuhan, telah menjadi gelap. Hatinya telah kelam karena kehilangan kasih Allah s.w.t., sunyi sama sekali dari kesadaran keberadaan-Nya, buta mata hatinya sebagaimana halnya iblis dan penuh dengan racun pengingkaran, tidak ada lagi tersisa nur rahmat dan sirna sudah ikatan kesetiaan sehingga antara dirinya dan Tuhan hanya tersisa kebencian, kedengkian sedemikian rupa di antara keduanya hanya ada permusuhan, ketika Tuhan akhirnya jengkel terhadapnya dan ia pun jengkel terhadap Tuhan-nya yaitu ketika ia mewarisi semua sifat buruk dari Iblis. Karena itulah Iblis disebut yang dilaknat. (Lihat Lexicon: Lisan-ul-Arab, Sihah Jauhar, Qamus, Muhit, Taj-ul-Urus).  Jadi jelas bahwa inti kata Mal’un yaitu terkutuk adalah demikian buruknya sehingga tidak mungkin diterapkan kepada seorang yang saleh yang mencintai Tuhan dalam hatinya.

Sayang sekali umat Kristiani tidak merenungi signifikasi daripada keadaan terkutuk ketika mereka menciptakan keyakinan demikian.  
Kalau saja mereka memahami artinya, tidak akan mungkin mereka menggunakan kata yang buruk seperti itu terhadap seorang saleh seperti Yesus a.s. Dapatkah kita mengatakan bahwa hati Yesus itu kosong dari nur Ilahi, bahwa beliau menyangkal Tuhan, bahwa beliau membenci dan menjadi musuh dari Tuhan? Bisakah kita menganggap bahwa Yesus pernah merasa dalam hatinya bahwa beliau terasing dari Tuhan, bahwa beliau musuh Tuhan dan bahwa beliau terbenam dalam kegelapan kekafiran dan pengingkaran? Jika kita menyadari bahwa Yesus a.s. tidak pernah berada dalam kondisi hati seperti itu, dimana hati beliau selalu penuh dengan kecintaan dan nur Ilahi, maka anda sebagai orang-orang bijak dapatkah berfikir bahwa Tuhan telah menurunkan beribu kutukan-Nya berikut semua signifikasi negatif ke dalam hati Yesus? Tidak akan pernah.

Lalu mengapa kita, nauzubillahi-min-zalik, mengatakan bahwa Yesus itu terkutuk? Sayangnya, jika seseorang telah menyatakan pendiriannya mengenai suatu keimanan, sulit baginya melepaskan keimanan tersebut walaupun berbagai absurditas keimanan itu telah dibukakan kepadanya. Keinginan seseorang mencapai keselamatan jika didasarkan pada landasan yang benar adalah suatu yang patut mendapat pujian. Namun tidaklah masuk akal rasanya jika keinginan mencari keselamatan yang dilandasi dengan pengelabuan kebenaran dengan mengatakan seorang nabi suci dan seorang manusia yang sempurna dianggap telah melalui transisi menjauh dari Tuhan-nya. Alih-alih adanya kesatuan hati dan tujuan dengan Tuhan-nya, malah muncul keterasingan, permusuhan dan kebencian; bukan nur malah kegelapan yang telah menyelimuti hatinya.

No comments: