GOLDEN WORDS

Akar Segala Kebaikan Adalah Taqwa, Jika Akar Itu Ada Maka Semuanya Ada

Monday, April 16, 2012

Belajar dari Socrates dan Sayur Asem


Oleh  M. Iqbal Iskandar
DI Indonesia, hidup rakyat ditentukan lewat voting, kata dosen Saya dengan nada jengkel, sehari setelah pengumuman pembatalan kenaikan harga BBM per 1 April yang keputusannya diambil melalui jalan voting.
Ucapannya membuat saya berpikir sejenak seraya mengingat kembali keputusan keputusan legislatif yang diambil melalui voting beberapa waktu yang lalu. Tangan pun menggerakkan pena mencorat-coret kertas binder untuk me-List beberapa keputusan – keputusan legislatif yang diambil lewat jalan ‘akhir’ tersebut. ternyata, cukup banyak keputusan – keputusan yang diambil legislatif, yang akhirnya, harus melalui jalan voting.

Di antaranya kasus Bank Century. DPR merumuskan tiga opsi untuk divoting yang pada akhirnya melahirkan keputusan historis yang diambil melalui voting yang menegangkan. Nasib calon ‘tunggal’ Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution juga diputuskan melalui voting oleh anggota Komisi XI DPR-RI. Padahal sudah tunggal, namun masih ada saja celah agar dapat dilakukan voting.

Pemilihan Ketua KPK, Abraham Samad pun demikian. Ia memperoleh 43 suara anggota dewan mengalahkan calon-calon kuat yang sebelumnya diprediksi bakal jadi ketua KPK. Persoalan BBM pun sama, hasil akhir selalu ditentukan oleh siapa yang paling banyak memiliki anggota di DPR. Dan terakhir adalah RUU Pemilu yang rencananya akan divoting satu persatu, dari Empat (4) hal penting yang belum mencapai kesepakatan.

Tak lama kemudian, Pikiran saya pun melayang pada nasib sosok seseorang pemikir, yang mempunyai kekurangan pada ketampanan dan perawakan tetapi diliputi oleh kelebihan budinya: Jujur, adil dan baik. Dialah Socrates. (Baca: Moh. Hatta, Alam Pikiran Yunani)

Sejarah filsafat barat mencatat Socrates sebagai filsuf cerdas dan buah pikirannya menjadi rujukan bagi siapapun yang masuk dalam langgam filsafat. Namun sayang perjuangannya melawan relativisme kaum sophistic, dengan pendapatnya mengenai kebenaran dan kebaikan yang tunggal dan mutlak membuat ia dimusuhi dan dituduh sebagai guru yang menyesatkan murid-murid pada zamannya.

Socrates pun dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan dengan hasil voting 280 mendukung hukuman mati dan 220 menolaknya. pada akhirnya socrates dengan jalannya sendiri wafat dengan cara meminum racun di dalam penjara dalam usia 70 tahun. Yang perlu digarisbawahi adalah Socrates dihukum mati karena voting!

Luntur

Budaya musyawarah untuk mufakat hari ini kian meluntur. Padahal, pola ini lah yang dikembangkan oleh para pendiri dan pendahulu ketika merintis Republik Indonesia. Musyawarah dilakukan sebagai suatu upaya bersama dengan sikap rendah hati untuk mengambil keputusan bersama memecahkan persoalan (mencari jalan keluar) bangsa. Musyawarah adalah bagian dari demokrasi. Dalam demokrasi pancasila penentuan hasil ditentukan melalui musyawarah untuk mufakat. Bila terjadi kebuntuan yang berkepanjangan barulah dilakukan voting.

Pandangan dalam fraksi-fraksi di DPR merupakan hal yang wajar dalam sebuah demokrasi. Namun seyogyanya perbedaan pandangan tersebut tentunya dapat disikapi dengan bijaksana dan mengedepankan kepentingan masyarakat Indonesia. Kelemahan demokrasi kita hari ini adalah fakta bahwa ada kemungkinan kita jatuh dalam ‘diktator mayoritas’ melalui mekanisme voting. Dalam mempertahankan argumentasi, masing-masing fraksi tentunya harus mempertahankan nilai-nilai obyektif serta pola pikir cerdas sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang berkembang.

Dialog

Maksudnya, jika memang tidak ditemukan kata mufakat maka dilakukan dialog-dialog yang mengedepankan aspek kepentingan masyarakat secara menyeluruh, bukan kepentingan partai atau golongan tertentu.

Voting bukanlah jalan terbaik dalam mengambil keputusan. Keputusan yang diambil melalui voting hasilnya hanya ada 2 yaitu kebenaran dan pembenaran. Sesuatu yang salah jika disuarakan oleh suara terbanyak maka akan menjadi benar dalam bentuk ‘pembenaran’.

Simaklah ilustrasi menarik yang ditulis Kuncoro dalam blog pribadinya sebagai berikut. Sebuah warung makan di kota Padang akan menyajikan sayur asem di rumah makan. Si pemilik mengatakan bahwa sayur asem harus pedas karena masyarakat Padang suka makanan pedas, sementara para koki mengatakan bahwa sayur asem itu ya rasanya asem bukan pedas. Akhirnya si pemilik menyerahkan keputusannya kepada para koki.

Maka dilakukanlah pembahasan oleh para koki yang berjumlah 15 orang untuk menentukan rasa sayur asem tersebut. Tidak ada kata mufakat dalam menentukan rasa sayur asem tersebut karena sebagian berpendapat kalau membuat sayur asem di kota Padang harus pedas disesuaikan dengan selera masyarakat Padang sementara sebagian lagi mengatakan bahwa rasa sayur asem ya asem sesuai dengan originalitasnya bukan pedas.

Karena tidak ada kata mufakat maka dilakukanlah voting untuk pengambilan keputusan. untuk mengambil keputusan sayur asem yang pedas dan sayur asem yang original. Voting tersebut akhirnya dimenangkan oleh sayur asem yang pedas. Akhirnya warung makan tersebut menyajikan sayur asem yang pedas karena merupakan keputusan para koki melalui voting.

Pertanyaannya, benarkah hasil voting yang diambil dengan memutuskan Sayur Asem rasanya pedas adalah tindakan yang benar? Tentunya ini bukanlah kebenaran tetapi sebuah ‘pembenaran’, karena sayur asem rasanya ya asem dan sayur asem rasanya bukan pedas. Lagi lagi kebenaran akhirnya dikesampingkan, ya karena voting.

Voting memang sah dan memiliki legitimasi dalam proses pengambilan keputusan. Voting juga menjadi jalan yang lumrah dipilih ketika kesepakatan melalui jalan musyawarah tak bisa dicapai. Musyawarah bisa jadi akan ditempuh dengan waktu yang lama, namun disitulah proses dimana akan ada jalan terbaik yang akan dipilih. Bila yang dikedepankan adalah kepentingan rakyat, maka persoalan siapa yang berkoalisi dan siapa yang paling banyak anggota tak akan jadi persoalan. Mudah-mudahan kita dapat mengambil inspirasi dari nasib Socrates dan Sayur Asem yang menjadi korban sebuah ‘pembenaran’!

Penulis adalah Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum UMSU

No comments: