GOLDEN WORDS

Akar Segala Kebaikan Adalah Taqwa, Jika Akar Itu Ada Maka Semuanya Ada

Thursday, August 12, 2010

SHALAT DAN PUASA UNTUK MENSUCIKAN RUHANI

Di dalam Al Qur’an Karim Allah Tala’ala berfirman:
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya Al Quran diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda …(Albaqarah : 186)
Ayat dari Al-Quran ini menggambarkan keagungan dari bulan Ramadhan. Kaum Sufi umumnya sepakat bahwa bulan ini adalah saat terbaik untuk pencerahan kalbu. Orang yang melaksanakan puasa, sering memperoleh kashaf dalam bulan ini. Shalat mensucikan ruhani dan puasa mensucikan kalbu. Pensucian ruhani mengandung arti bahwa manusia bisa dilepaskan dari segala nafsu ego yang membawanya kepada dosa, sedangkan pensucian kalbu mengandung makna bahwa pintu gerbang kashaf akan dibukakan sehingga manusia bisa melihat Tuhan-nya. (Malfuzat, vol. IV, hal. 256-257).

Suatu ketika aku sedang merenungi tujuan dari cara menebus puasa yang terlewat dan aku berkesimpulan bahwa penebusan tersebut diatur agar manusia dikaruniai kemampuan dan kekuatan untuk melaksanakan puasa secara sempurna. Hanya Allah s.w.t. yang bisa memberikan kekuatan dimaksud dan segala sesuatu sebaiknya diminta dari Tuhan. Dia itu Maha Kuasa, jika Dia berkehendak maka Dia akan menganugrahkan kekuatan melaksanakan puasa kepada seorang yang menderita tuberkulosa. Tujuan dari peraturan tentang membayar puasa adalah agar manusia diberikan kekuatan guna melaksanakan puasa, dimana hal ini hanya bias diperoleh berkat rahmat Ilahi. Sewajarnya kita berdoa:
‘Ya Allah, ini adalah bulan-Mu yang berberkat sedangkan aku telah dikucilkan dari keberkatan tersebut. Aku tidak tahu apakah aku masih tetap hidup pada tahun mendatang atau punya kesempatan untuk melaksanakan puasa yang telah terlewatkan. Berkatilah aku dengan rahmat-Mu berupa kekuatan melaksanakan puasa ini.’

Aku yakin bahwa ia yang memohon demikian akan dikaruniai Allah s.w.t. dengan kekuatan yang diperlukan. Jika Allah s.w.t. berkehendak, mungkin Dia tidak akan memberikan batasan bagi umat Muslim sebagaimana Dia telah tentukan-Nya bagi umat terdahulu. Tetapi tujuan dari batasan itu adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umat dimaksud. Menurut pendapatku, jika seseorang berdoa kepada Allah s.w.t. dengan segala ketulusan memohon agar ia tidak diasingkan dari berkat-berkat bulan Ramadhan maka ia tidak akan diasingkan. Jika kemudian yang bersangkutan jatuh sakit dalam bulan Ramadhan maka sakitnya menjadi sumber rahmat baginya karena nilai setiap tindakan ditentukan oleh niat yang mendasari. Sepatutnya bagi mukminin jika ia bisa membuktikan dirinya memiliki keberanian di jalan Allah s.w.t. Ia yang sepenuh hati bertekad untuk melaksanakan puasa tetapi terhalang karena sakit yang diderita sedangkan hatinya sangat ingin mengerjakan puasa tersebut, ia tidak akan dikaliskan dari rahmat pelaksanaan puasa dan adalah para malaikat yang menggantikannya berpuasa. Hal ini merupakan suatu hal yang pelik. Jika seseorang merasa berpuasa itu sulit karena kemalasan ruhaninya dan berkhayal bahwa ia sedang kurang sehat sehingga tidak boleh melewatkan waktu makan karena dianggapnya akan membawa berbagai penyakit, maka orang seperti ini jika menganggap rahmat Tuhan akan tetap berada di sisinya, sesungguhnya ia tidak berhak atas pahala ruhani apa pun.

Sebaliknya dengan seseorang yang bergembira atas kedatangan bulan Ramadhan dan berhasrat melaksanakan puasa tetapi tertahan karena sakit yang dideritanya, ia malah tidak akan dikaliskan dari berkat Ramadhan. Banyak orang yang mencari-cari alasan tidak berpuasa dan membayangkan jika mereka bisa menipu manusia lain maka mereka juga bisa mengelabui Tuhan. Orang-orang seperti ini membuat penafsiran sendiri yang dianggapnya benar, padahal sesungguhnya mereka keliru dalam pandangan Tuhan. Ruang lingkup penafsiran seperti itu sebenarnya amat luas dan ada yang terbiasa menafsirkan sendiri sehingga misalnya ada yang melakukan shalat sambil duduk sepanjang hidupnya atau sama sekali tidak melaksanakan puasa. Sesungguhnya Allah s.w.t. amat mengetahui motivasi dan niat tiap orang dalam beribadah. Allah s.w.t. mengetahui niat dan hasrat yang tulus dan Dia akan memberkati yang bersangkutan, mengingat hasrat hati seseorang dianggap suatu yang berharga dalam pandangan Tuhan.

Mereka yang mencari-cari helah sebenarnya bertumpu pada penafsiran mereka sendiri, sedangkan penafsiran seperti itu tidak ada nilainya di hadapan Tuhan. Suatu ketika, saat sedang melanjutkan puasaku selama enam bulan, aku bersua dengan sekelompok Nabi-nabi yang menegur karena dianggap aku terlalu keras membebani diriku sendiri dan memerintahkan kepadaku untuk menghentikannya. Jadi jika seseorang membebani dirinya terlalu keras demi Tuhan-nya maka Dia akan berbelas-kasihan seperti orang tua kita yang melarang kita meneruskannya. (Malfuzat, vol. IV, hal. 258-260).

1 comment:

Musa Saiful Islam said...

Bagus sekali isi blog tuan. Saya harap tuan bisa memasang Tabligh Meter untuk berlomba dalam pertablighan dan meningkatkan jumlah pengunjung. klik disini untuk mendapatkan tabligh meter