Sore itu ketika masih puasa, saya
di undang berbuka puasa di salah satu rumah saudara. Luar biasa, hidangan yang di sajikan, ada es
buah, teh manis, aqua (bukan promosi), agar-agar dll. Beduk Maghrib pun mulai berkumandang di
stasiun televisi lokal yang kami nanti.
Mulai satu demi satu makanan takjil pembatal puasa kami santap. Ada kurma, ada manisan, ada gorengan ada pula
kue-kue manis lainnya. Setelah cukup
denga santapan pembuka, mulailah satu persatu mengambil air wudhu bersiap sholat
berjamaah Maghrib di laksanakan.
Lepas sholat berjamaah maghrib
dan sholat sunnah ba’diyah maghrib dua rekaat, sambil memberesi sajadah kami
kembali ke posisi semula untuk persiapan makan
berat. Subhaanallah, tak
tanggung-tanggung menu kali ini, ma’lum saja istri dari tuan rumah seorang
berdarah padang jadi menu kulinarnya sangat variatif. Rendang suatu hal yang wajib, apa lagi
jengkol. Satu piring sudah saya habiskan,
karena rasa yang luar biasa, berhasil menggoda nafsu makan ku, akhirnya nambo ciek lai kata orang awak (nambah
sekali lagi) tak dapat di hindari. Namun
pada ronde ke dua ini saya tergoda sekali dengan salah satu hidangan yang satu
ini yaitu SEMUR JENGKOL. Saya sendiri
tidak hobi makan, makanan yang satu ini, tetapi entah angin apa yang pengaruhi
pikiran sehingga menggeraakkn persendian tangan ini untuk mencobanya walau pun
dengan agak sedikit malu. “Saya tes satu ya” kata ku sambil tersenyum. Tiba-tiba dari dalam rungan keluar ibu yang
memasak sambil membawa sesuatu. Katanya:
“Satu tau banyak, sama aja p, tetep bau”. Jawab ku: “wah
kalau begitu SEMUR JENGKOL sama dengan orang ngurus pajak STNK, mau sebulan
atau setahun terlambat, dendanya sama aja.”
Dan semua yang hadir pun tertawa, tak disangka semua juga ikut
nambo..:D
Terlintas
dalam benakku apakah dosa yang sedikit kita perbuat secara komulatif atau pun
tidak apakah juga sama saja di pandanga Tuhan, atau perasaan bedosa kita yang
menjadikannya tidak berbeda besar atau kecil.
Sumber lain:
1 comment:
waaaah, maskih ceritanya gan
Post a Comment