GOLDEN WORDS

Akar Segala Kebaikan Adalah Taqwa, Jika Akar Itu Ada Maka Semuanya Ada

Tuesday, May 7, 2013

11 ANGGOTA AHMADIYAH MASIH TERKURUNG


Saudara-saudara ku pembaca yang bijaksana, tidak terasa sudah satu bulan lebih 2 hari (5/4) – (7/5), sejak kejadian yang di alamai oleh Jamaah Ahmadiyah Bekasi dengan di segelnya Masjid Al Misbah, (5/4) yang terletak di jalan Terusan Pangrango, Nomor 44, Jatibening II, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat
Masjid Al Misbah merupakan masjid yang pembangunannya didanai dari swadaya para anggota Jamaah Ahmadiyah Jatibening Bekasi yang berlainan profesi.  Bangunan dua lantai yang cukup megah dengan beberapa bangunan penunjang kegiatan lainnya ini cukup menyenangkan bagi mata yang melihatnya.  Namun pandangan itu menjadi tidak indah ketika Pemkot Bekasi mengeluarkan putusan penyegelan terhadap Masjid itu dan seluruh aktifitas Jamaah di dalamnya di segel dengan seng-seng keliling kompleks Masjid Al Misbah.  Keputusan itu dirasa oleh beberapa Jamaah  yang ketika itu masih ada di dalam Masjid dan baru selesai melaksanakan sholat Jum’at, terkesan terburu-buru dan terlalu di paksakan. Pasalnya atas dasar apa Pemkot menyegel Masjid ini, kalau atas dasar SKB tiga menteri, pada pasal mana juga mereka melanggar, sedangkan mereka sedang dalam keadaan menjalankan aktifitas sholat Jum’at.   Tertulis dipagar Masjid Al Misbah dengan mengutip Ayat Al Qur’an Surat Al Baqarah : 114 yang terjemahannya adalah:
Dan siapakah yang lebih aniaya dari orang yang menghalangi menyebut nama-Nya [a] di dalam masjid-masjid Allah swt. dan berupaya merusaknya? [137] Mereka itu tidak layak masuk ke dalamnya kecuali dengan rasa takut. Bagi mereka di dunia ada kehinaan dan bagi mereka di akhirat tersedia azab yang besar.

Ali-alih menggubris merenungkan dan tersadar akan arti serata maksud dari ayat yang tertulis dalam Al Qur’an yang notabenenya  merupakan kitab yang sebagian para pejabat Pemkot yakini, imani dan banggakan.  Namun rupanya Pemkot lebih senang mengambil keputusan penyegelan itu pada tiga hal:
  1. SKB Menteri Agama RI, Jaksa Agung RI dan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 3 Tahun 2008, Kep-033/A/JA/6/2008  
  2. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11/Munas VII/MUI/15/ 2005  
  3. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011 dan
  4. Peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 40 Tahun 2011 (Bab IV Pasal 4).

Kemudian dengan logika dasar itu seolah-olah Pemkot memiliki wewenang penuh untuk mengatur nasib yang namanya Jamaah Ahmadiyah dan kemudian dapat di tebak Pemkot mengirimkan pasukannya Satpol PP untuk mengeksekusi kompleks Al Misbah.
Pemkot Bekasi, lupa atau tidak membaca dengan benar di dalam SKB 3 Mentri tersebut tidak ada di sebutkan penyegelan terhadapa rumah ibadah.  Pemkot Bekasi dinilai salah langkah atau sengaja menunjukkan kebodohannya sendiri soal ketidak tahuan tatalaksana penyelenggaraan sebuah Negara dengan mengeluarkan putusan berlandaskan atas lembaga yang bukan kedinasan Negara seperti Fatwa MUI.  Kemudian masalah Keputusan Gubernur juga sangat mentah jika di jadikan sandaran eksekusi tersebut.  Pasalnya Segala bentuk produk Pergub harus mengacu kepada Permen di atasnya dan menjadi kepanjangan dari Permen dalam hal memantau dan melaksanakan administrasi dan anggaran bagi SKPD di bawahnya.  Sedangkan Jemaat Ahmadiyah bukanlah unsur dari SKPD di bawah wewenang Pergub. 
Kemudian dengan tiga alasan itu Pemkot mengeluarkan Perda untuk mengeksekusi para Jamaah Ahmadiyah sekaligus menjadi surat perintah untuk di teruskan kepada komandan PP di dalam pengeksekusiannya.  Dalam kondisi kondisi inilah Pemkot telah melakukan praktek tidak amanah sebagai lembaga yang harusnya menjadi PAMONG bagi rakyat, tetapi hanya menjadi PAMONG bagi sekelompok masyarakat. Pemkot lupa, bahwa nasi, sayuran buah yang mereka makan adalah  dari pajak hasil keringat para anggota Ahmadiyah.  Dalam darah pejabat di Bekasi, di anak istri mereka mengalir hasil keringat para anggota Ahmadiyah.  Apakah mereka akan sampai hati mendikriditkan mereka, mengkriminalisasikan praktek dan akidah keberagamanaan mereka. Alih-alih membina, bias jadi ada agenda di balik peristiwa ini ?  Kita semua tidak tau itu.  Tetapi yang jelas ketika Pemkot Bekasi memaksakan kehendaknya yang tidak cukup bukti akan tindak kejahatan, pelanggaran seorang atau sekelompok warganya maka akan semakin jelas ada maksud-maksud di balik keingan tersebut.  Ironinya para penegak hukum juga tidak paham apa yang menjadi tanggung jawab mereka sebagai penegak hukum.  Mereka harus tersadar dari hipnotis agama yang mendoktrin tanpa dasar yang logic dari agama itu sendiri. 
Enam hari setelah itu (11/4), Pemkot Bekasi menujukkan i’tikad baik dengan mengundang Jama’ah Ahmadiyah untuk duduk bersama guna mencari titik temu masalah tersebut dengan menawarkan opsi bahwa Ahmadiyah berkenan di bina dengan pemahaman Islam umum.  Namun sekali lagi tawaran itu di tolak oleh Jemaat Ahmadiyah karena menurut mereka, Islam seperti apa lagi yang hendak di ajarkan.  Selama ini apa yang mereka amalkan ya ajaran Islam sama seperti apa yang di lakukan muslim lainnya. Dan pertemuan pun terpaksa harus di bilang menemui jalan buntu. 
Maka dikarenakan belum adanya jalan keluar dan tidak menemukan kesepakatan, kemudian Pemkot Bekasi mengulur waktu untuk mencari cara melegalkan cara yang sebenarnya terlalu di ada-ada, di tengah-tengah tuntutan pelanggaran hak asasi manusia dan praktek  diskriminasi oleh LBH Jakarta.  Pemkot Bekasi terkesan menutup mata terhadap permasalahan ini.  Kita tidak tau, lakon apa lagi yang sedang Pemkot Bekasi jalankan.  Apakah dalam rangka penerapan teori mengalihkan perhatian isu kasus-kasus korupsi yang sedang berjalan, proyek-proyek yang tidak kelar atau yang akan di manipulasi.  Intinya kita akan ketahui pasca penutupan Masjid Jama’ah Ahmadiyah Al Misbah kasus-kasus apa saja yang akan dialami oleh para pimpinan di kota tersebut atau mungkin saja di pemerintah pusat.
Hingga hari ini sekurangnya tinggal sebelas orang anggota Ahmadiyah yang terkurung di dalam komplek Masjid, jauh dari keluarga mereka.  Entah apa yang ada dalam pikiran Pemimpin Negeri ini, melihat kesengsaraan, penderitaan rakyat.  Buta mata, buta telinga buta hati mudah-mudahan Allah Ta’ala memberi kebaikan menyadarkannya sebelum hal-hal yang buta tersebut terjadi.

Sunday, May 5, 2013

REFLEKSI DARI SANG BUYA


                                                                                                             
Seperti petir telinga ini mendengarnya.  Seperti kebentur batu besar jidad ini.  Bagaimana tidak kaget setengah mati, lawong baru kemarin Sang Buya yang terhormat itu, lisan, tindak dan tanduknya selalu kami lihat sembari sedikit-sedikit banyak juga yang mengikuti jejaknya.  Tapi aku tak yakin ada banyak yang mencontoh kelakuannya.  Pasalnya banyak juga yang melaporkan secara langsung ke telingaku kekecewaan si fulan dan si fulanah soal tindak-tanduk sang Buya terhormat itu.  Namun apa daya kedudukannya yang setinggi ceritanya itu karena terlalu tingginya, sehingga dia tidak dapat melihat kerikil kecil yang menghambat langkahnya dan berakhir dengan sandungan.  Kok aku belum pernah dengar atau melihat orang yang tersandung oleh batu besar.  Mungkin karena batunya kecil jadi dia anggap saja kerikil dan tak akan mendatangkan masalah kepadanya..
Terkadang karena saking kecilnya itu otak biasa merekam bahwa itu tidak berbahaya, karena selama ini sang Buya sudah terbiaya dengan sesuatu yang nyaman dan mudah untuk dia kendalikan.  Dia merasa semua yang ada di sekililingnya dapat dia tundukkan dengan menjual nama sang majikan, walau pun dia tahu bahwa itu sangat tidak etis dan berbahaya.  Namun masa bodohlah, tau apa pula orang-orang ini soal ini dan itu (barangkali seperti itu yang ada di dalam hatinya).  Dan cothonya lagi, jika keadaan aman terkendali biasanya otak mengirimkan ke alam bawah sadar bahwa everything's  ok..:D.  Everything's ok inilah yang kemudian jika kita telusuri menggunkan teropong renungan lama-kelamaan kita baru tau kalau dibelakangnya ada seorang majikan yang bersemayam dalam kegelapan.  Mungkin karena letaknya tersembunyi di sudut gelap hati maka kita sulit untuk mengenalinya, dan sering mempercayakan kepadanya untuk menjadi driver dalam diri kita.  Yang akhirnya sesuka hatinya dia bawa.  Sedang kita sering mengabaikan sosok sang driver yang sebenarnya, yang selalu duduk di tempat terang menawarkan pekerjaan sebagai pelindung, pengarah, pengantar, pembimbing, pemberi asuransi bagi mobil kita dan yaaa...pokoknya PALUGEDE lah (aPA yang LU Mau GuE aDE).  Hanya bagaimana syahwat-syahwat ini memilih driver penjaga tadi.
Dan sayangnya Syahwat Sang Buya  lebih memilih driver kegelapan sebagai pemandu dan sopir jasad dan jiwanya.  Rupanya apa yang dia anggap aman nyaman tak lebihnya kerikil-kerikil kecil yang menjadi batu besar dan siap membenturnya hingga kliyengan dan KO.
Maka mulai hari ini, aku akan lebih mempeng lagi berdoa kepada Majikan dari segala majikan-majikan yang ada, agar DIA berkenan kasihan kepada ku, kasihan akan kelemahanku, kasihan akan kemalasan ku, dan kasihan dari kelemahan ku yang tak dapat terhitung karena tak ku sadari. Agar DIA senantiasa menjaga ku dari dosa yang di timbulkan oleh perasaan nyaman, dan kesalahan mengambil keputusan dan menghindarkan aku dari musibah perbuatan-perbuatan yang ku anggap kecil maupun besar.  

Y a  T u h a n   j a d i k a n l a h   d i r i - k u   k e c i l   d i  m a t a - k u   
d a n   b e s a r   d i  m a t a   o r a n g   l a i n

Medan, 06052013